Ayah meninggal dan ibuku mengalami koma. Sedangkan
adikku baik-baik saja. Mulai dari sinilah kehidupanku berubah. Ayah yang
satu-satunya orang yang membiayai kuliahku pergi. Sehingga dari sini, aku harus
membanting tulang sendirian, untuk ibuku, adikku dan diriku sendiri. Akhirnya
kuliah ini aku tunda dulu. Aku mengajukan cuti satu semester. Waktu cuti itu
aku manfaatkan untuk membanting tulang. Aku tak bisa mengandalkan dari warisan
ayahku. Sebab kalau aku mengandalkannya, aku tak bisa membiayai semua keperluan
kami. Dan syukurlah aku diterima bekerja di sebuah perusahaan swasta, walaupun
berbekal kemampuanku di bidang analisis data, aku mendapatkan gaji yang cukup.
Ibuku adalah seorang wanita yang sangat cantik sebenarnya. Usianya baru 38
tahun. Ia menikah muda dengan ayahku. Dan sampai sekarang ia tetap bisa menjaga
kemolekan tubuhnya. Pernah sih waktu masih remaja aku beronani membayangkan
ibuku sendiri. Tapi hal itupun tak berlangsung lama, hanya beberapa saat saja.
Dan adikku masih sekolah SMP, namanya Arin. Seorang gadis periang, cantik dan
imut. Banyak cowok2 yang tergila-gila pada adikku itu. Dan paling tidak ada
salah satu teman cowoknya yang pedekate ama dia, tapi yaaa…masih takut-takut.
Dua minggu setelah kecelakaan itu, ibuku sadar dari komanya. Mulanya ia tak
ingat apa-apa, namun setelah tiga hari berada di rumah, ia pun ingat. Tapi
karena kondisinya yang masih lemah, ia pun tak bisa berbuat banyak. Aku dan
Arin gantian menjaganya. Sebagai anak laki-laki satu-satunya beliau benar-benar
menyayangiku. Katanya ia mengingatkanku pada ayah. Aku tahu ia sangat shock
dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Aku dan Arin terus berusaha
menghiburnya, sampai ia benar-benar sehat. Hari itu seperti hari-hari
sebelumnya, tapi sedikit istimewa, karena teman-teman kuliahku mau
mengunjungiku. Ketika pulang kerja, kami sempatkan sejenak untuk berkumpul.
Mereka semua ikut berbela sungkawa terhadap keadaanku sekarang. Tapi selain itu
mereka mencoba menghiburku, ada-ada saja ulah mereka, yaitu memberiku kaset
bokep, dan majalah2 hardcore. Kata mereka, “Ini buat menghibur loe sobat, biar
nggak berduka terus”. Sialan. Tapi nggak apa-apalah, soalnya juga sudah lama
aku nggak nonton yang begituan. Namun ternyata inilah sumber dari kejadian
selanjutnya. Aku pulang dan aku lihat adikku sedang belajar di kamarnya. Ibuku
sudah bisa sedikit berjalan, walau masih berpegangan pada apapun yang ada di
dekatnya. “Kau sudah pulang Gun?”, tanyanya. “Iya bu”, kataku. “Kalau mau
makan, di meja makan tadi adikmu beli sesuatu”, kata ibuku. “iya”, kataku
singkat. Singkatnya aku mandi dan mengurung diri di kamar. Aku pun mulai
menonton bokep dan majalah-majalah hardcore. Mulanya sih agak aneh aja aku
melakukan hal ini, tapi rupanya sedikit bisa menghiburku. Jam menunjukkan pukul
sebelas malam, aku tak sadar kalau sudah lama aku berada di dalam kamar
mengocok sendiri punyaku dan menontoni tubuh para wanita itu. Aku keluar kamar
dengan maksud hati untuk makan apa pun yang ada di meja makan. Ketika keluar
dari kamar, aku melewati kamar ibuku. Astaga, apa yang aku lihat itu? Ibuku
yang memakai daster itu tampak tersingkap dasternya, sehingga aku bisa melihat
CD-nya. Memang badannya masih mulus. Aku mulai berpikiran jorok, ini pasti
akibat barusan aku nonton bokep. Wajahnya masih cantik, dan aku bisa melihat
wajahnya yang polos ketika tidur. Aku berdiri di pintu kamarnya, memang
pintunya sengaja di buka agar sewaktu-waktu kalau ia memanggilku aku bisa
dengar. Entah setan mana yang menguasaiku, akupun mengocok punyaku sambil
membayangkan beliau membelai punyaku. Aku kocok pelan-pelan. “Ohh….Mega..”, aku
panggil nama ibuku berbisik. Aku terus mengocok, makin lama makin cepat, dan
maniku muncrat…CROOT….CROTT…, banyak banget sampai mengotori lantai, buru-buru
aku bersihkan dengan kain pel yang ada di sebelah pintu. Entah kenapa aku mulai
berpikiran seperti itu. Namun rencana jelekku nggak sampai di situ saja. Esoknya,
aku libur, sebab hari ini adalah hari sabtu. Kantorku sabtu dan minggu libur.
Arin sudah pergi ke sekolah. Aku bangun agak kesiangan. Mungkin kelelahan
karena peristiwa kemarin. Aku pun entah dari mana punya pikiran yang aneh-aneh
lagi. Aku berniat memandikan ibuku, aku ingin melihat tubuhnya yang utuh. Aku
pun ke kamar ibuku, ia sudah bangun dan sedang bersiap mandi. “Ibu, ibu mau
mandi?”, tanyaku. “Iya Gun”, katanya. “Boleh Gun, mandiin ibu?”, tanyaku.
“Nggak usah Gun, ibu sudah bisa sendiri koq”, jawabnya. “Nggak apa-apa bu,
kondisi ibu masih belum pulih benar”, kataku merayu. Tak punya pikiran lainnya,
ibuku pun menjawab, “Baiklah”. Akupun mengantarnya ke kamar mandi. Inilah
saatnya pikirku. Aku melihatnya melepas daster, BH dan CD-nya satu per satu.
Tampaklah dua buah toket yang masih mancung dan miss-v yang aku ingin lihat
dari dulu. Aku hanya terbengong, dan tak terasa tongkolku sudah tengah. Darah
mengalir cepat ke ubun-ubunku. “Kenapa Gun?”, tanya ibu. “Ah..nggak apa-apa “,
jawabku. “Bajunya dilepas dong Gun, nanti basah”, kata ibuku. “Kamu belum mandi
juga kan?” “I…iya”,kataku. Aku pun melepas pakaianku. Ibuku agak terkejut
melihat punyaku yang tegang. Lalu dia duduk di pinggir bak mandi. Seakan
mengerti, akupun mengambil gayung dan menyiramkan ke tubuhnya. Ia membasuh
mukanya, ia ganti mengambil gayung dan menyiramkannya ke tubuhku. Kami
benar-benar saling menggayung. Tibalah saat menyabun. Aku mengambil sabun cair.
Kusabuni punggungnya. Busanya melimpah, lalu dari belakang aku menyusuri pundak,
hingga ke depan, aku agak takut menyentuh dadanya. Takut kalau dia marah. Tapi
ternyata tidak. Akupun sedikit membelai toketnya, dan agak meremas. Kami diam,
dan hanya bahasa tubuh saja yang saling berucap. Ku basuh dari dadanya, hingga
ke perut. Ketika mau menuju miss-v, ibuku menahan. “Jangan pakai sabun ini,
tidak baik untuk kewanitaan”, katanya. “Bersihkan dulu tubuh ibu”. Aku pun
menurut, aku guyang ia pakai air. Sabun yang ada di tubuhnya hilang, lalu ia
mengambil pembersih khusus kewanitaan. Lalu menyerahkannya kepadaku. Aku
mengerti lalu mulai menyabun tempat itu pakai sabun tersebut. Mulanya aku hanya
sekedar menggosok, tapi lama-lama aku sedikit menyentuh kelentitnya, ibuku
memejamkan mata sejenak. Sepertinya ia keenakan, aku teruskan, namun aku tak
berani lama-lama. Ia agak tersentak ketika aku menyudahinya. Ia menghirup nafas
agak dalam, sepertinya ia sedikit horni. Aku mengguyang air di daerah
kewanitaannya. Bersihlah sudah sekarang. Lalu giliranku. Aku disabun oleh
ibuku. Mula-mula punggung, dadaku yang bidang, lalu perut, dan sampai di
tongkolku yang tegang. Ia mengurut tongkolku sesaat, lalu menggosok buah
pelirku, sepertinya ia tahu bagian-bagian itu. Enak sekali sentuhan ibuku.
“E…bu…boleh Gun minta sesuatu?”, tanyaku. “Apa itu?” “Gun kan sudah dewasa, dan
mengerti soal beginian. Kalau boleh aku ingin ibu mengocok punya Gun sebentar
bu”, aku mengatakan hal yang aneh-aneh. Yang memang tak perkikirkan sebelumnya.
Ibuku terdiam. “Maaf bu, aku tak bermaksud demikian, hanya saja, aku sebagai
laki-laki normal siapa saja, pasti akan merasakan hal seperti ini”, kataku.
“Iya, ibu faham, anak ibu sudah dewasa”, katanya. Tangannya yang lembut itu pun
akhirnya mengocok punyaku, membelainya. Oh…apa ini? Aku serasa melayang. Ia
benar-benar mengocok tongkolku yang sudah tegang. Peristiwa itu sangat erotis
sekali. CLUK….CLUK…CLUK…bunyi tongkolku yang dikocok berpadu dengan air sabun.
Busanya sangat banyak, aku ingin sekali meremas toket ibuku. “Bu, boleh Gun
meremas dada ibu?”, tanyaku. “Gun sangat terangsang sekali”. “Maafkan ibu nak,
seharusnya tidak begini. Gun tak boleh macam-macam sama ibu, ibu sakit Gun”,
kata ibu. “Kalau ibu tidak mengijinkan juga tidak apa-apa, tapi Gun tidak tahan
lagi”, kataku. Aku pun mencengkram pundak ibuku, pertanda mau orgasme. Ibuku
tahu hal itu, dan ia mengocok tongkolku dengan cepat,
CROOT…..CROOT…..CROT….sperma muncrat ke wajahnya, dadanya, dan perutnya. Banyak
sekali. Sebagian membeler di jemarinya. “Sudah Gun?”, tanya ibu. “I…iya…”,
kataku lemas. Ibuku lalu membersihkan spermaku yang ada di tubuhnya dengan
membasuhnya dengan air. “Jangan bilang ini sama Arin ya”, katanya. “Atau orang
lain.” Kami segera keluar dari kamar mandi. Entah apa yang aku lakukan barusan.
Tapi aku sangat menikmatinya. Ibuku dan aku hanya memakai handuk saja. Aku
membawanya sampai ke kamar. Di kamar aku masih horny, dengan posisi ibuku yang
sekarang hanya pakai handuk saja, membuatku makin terangsang. Aku tak kuasa
menahan godaan ini. Setelah ibuku aku dudukkan. Aku duduk di sebelahnya. “Bu,
maaf kalau tadi Gun lancang di kamar mandi”, kataku. “Tak apa-apa Gun,
laki-laki normal pun pasti demikian, bahkan bisa lebih”, kata ibuku. “Bu,
apakah boleh Gun lihat lagi dada ibu?”, tanyaku. “Buat apa Gun?”, tanyanya.
“Ibu masih sakit Gun”. “Sebentar saja bu, boleh ya?”, tanyaku. “Baiklah”,
katanya. Ia membuka handuknya, tampaklah dua buah bukit kembar yang aku
inginkan. Aku memegang putingnya, entah kenapa tiba-tiba aku menyusu di sana.
“Oh…Gun…jangan Gun….ahkk”, ibuku tampak tak melawan walaupun aku menghisap susunya.
Mengunyah putingnya, menggigit dan meremas keduanya. Tak terasa, ia sudah
berbaring tanpa sehelai benang pun. Aku pun menciumi perutnya, hingga ke
miss-v-nya. Miss-v-nya yang keset membuatku makin bergairah. Ibuku terus
meronta jangan dan jangan. Aku tak peduli, nafsu sudah di ubun-ubun. Ibuku
tampak terangsang dengan perlakukanku itu. Ia pun secara tak sengaja membuka
pahanya, tongkolku sudah siap, dan aku sudah ada di atas ibuku. Kedua bibir
kemaluan bertemu. Ibuku tampak meneteskan air mata. “Maaf, bu, tapi Gun tak
kuasa menahan ini”, kataku lagi. Penisku kugesek-gesekkan di bibir miss-v-nya.
Agak geli dan enak. Ini adalah aku melepaskan keperjakaanku kepada ibuku
sendiri. Aku senggol-senggol klitorisnya, ibuku memejamkan mata, ia
menggelinjang, setiap kali kepala penisku menyentuhnya. Lalu akupun
memasukkannya. Miss-v-nya sudah basah sekali. Tak perlu tenaga banyak untuk
bisa masuk. SLEEB!! Sensasinya luar biasa. Aku tak peduli ia ibuku atau bukan
sekarang. Aku sudah menggenjotnya naik turun. Pinggulku aku gerakkan maju
mundur dengan ritme sedang. Kurasakan sensai miss-v ibuku yang masih seret
menjepit tongkolku yang panjang dan besar itu. Aku usahakan ibuku juga
merasakan sensasi ini. Aku angkat bokongnya, aku remas. Kakinya mulai kejang
dan menjepit pinggangku. “Ohh….Ahh…terus Gun…cepat selesaikan, cepat Gun….”,
kata ibuku. Ia mencengkram sprei tempat tidur. Ia menggigit bibirnya. Wajahnya
yang cantik dan bibirnya yang seksi membuatku terangsang. Dadanya naik turun,
oh…seksi sekali. “Mega, tubuhmu nikmat Mega…ahh….aku ingin ngent*t terus
denganmu, aku ingin keluar Mega…OOHH…Ahhhh”, aku percepat goyanganku. Ibuku pun
sepertinya mau keluar, ia bangkit dengan bertumpu kepada kedua tangannya,
pertanda orgasme. Aku juga keluar. Spermaku muncrat di dalam rahimnya, aku
tekan kuat-kuat. Akhirnya fantasiku untuk ngent*t dengan ibuku sendiri
kesampaian. Aku benamkan dalam-dalam penisku, sampai spermaku benar-benar tak
keluar lagi. Ibuku lemas. Ia masih beralaskan handuk bekas mandi. Aku perlahan
mencabut penisku. PLOP..!! suaranya ketika aku cabut. “Maafkan aku bu, tapi
enak sekali”, kataku. Aku berbaring di samping ibuku. Ibuku memukulkan
tangannya ke dadaku. “Kamu bajingan!!” Ibuku lalu menangis. Ia membelakangiku,
sambil memeluk dirinya sendiri. Butuh waktu lama untuk dirinya bisa diam.
Sampai kurang lebih 30 menit kemudian, nafsuku bangkit lagi, karena masih
melihatnya telanjang. Aku mempersiapkan penisku yang tegang lagi. Kali ini
bukan fantasi, inilah yang aku rasakan. Aku mendekatkan penisku ke pantatnya, aku
sentuh pinggulnya, lalu aku masukkan penisku ke vaginanya. Nggak perlu
susah-susah dan Bless….”Aah…Gun, kamu mau apa lagi? Tidak cukupkah kamu
menyiksa ibu?” “Gun, tak tahan nih bu, Gun jugakan masih perjaka”, kataku.
Posisiku kini dari samping. Dan aku keluar masukkan penisku. Pantatnya dan
perutku beradu. Sensasinya luar biasa. Pantatnya benar-benar seksi, semok dan
menggiurkan. Aku tak butuh waktu lama untuk bisa ejakulasi lagi di dalam
rahimnya. Dan ketika puncak itu aku memeluk ibuku. Sensasinya aneh memang, tapi
nikmat sekali. Setelah itu aku benar-benar memohon maaf. “Maafkan Gun bu,
maafkan Gun”, kataku. Lalu ibuku menyuruhku untuk keluar kamar. Aku pun keluar.
Aku kembali ke kamarku dan memikirkan apa yang terjadi barusan. Aku sudah
menjadi anak durhaka. ******* Arin pulang. Ibuku bertingkah seperti biasa.
Seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tapi tatapan kami mempunyai arti. Antara
malu, takut dan senang aku bingung. Esoknya, hari minggu. Ibuku tampak agak
senang. Kesehatannya sedikit pulih. Ia bisa berjalan normal. Ia seolah
melupakan kejadian kemarin. Apakah mungkin gara-gara apa yang aku lakukan
kemarin? Bisa jadi. Tak perlu waktu lama memang untuk bisa mencerahkan wajahnya
lagi. Ia sudah senang dengan perkembangan kesehatannya. Malamnya, ibuku ingin
tidur di kamarku. Entah kenapa ia ingin begitu. Dan aku pun mengiyakannya.
Pukul 12 malam. Ketika Arin sudah tidur. Dan aku berada di samping ibuku. Kami
seranjang. Aku tahu bisa saja saat itu aku sudah bercinta dengannya, tapi ada
sesuatu yang membuat kami tidak melakukannya. “Sepertinya kesehatan ibu mulai
pulih akibat itu Gun”, katanya. “Tapi inikan baru satu hari bu, dan Gun sangat
menyesal melakukannya kemarin”, kataku. Ibu bangkit, lalu ia menurunkan celana
pendekku. Tanpa babibu, ia sudah mengulum penisku. Aku kaget mendapatkan
sensasi itu. Tidak ada wajah jaim, tidak ada rasa penyesalan seperti kemarin.
Ia sudah mengulum penisku, seorang Blow Jober pro. Ia mengocok, mengulum,
menjilat. Dengan ganas ia lumat tongkolku dengan mulutnya yang seksi itu. Ia
juga gesek-gesekkan ujung penisku ke putingnya, lalu ia jepit dengan dadanya.
Akupun tak menyia-nyiakan ini, aku segera melepas bajuku, lalu bajunya. Kami
sudah telanjang, dan ia masih mengoralku. Aku berbaring dengan menikmati
sensasi yang sedikit aneh, tapi nikmat. Oh tidak, rasanya aku mau
keluar….sedotannya benar-benar mantap. Aku tak kuasa lagi
dan…aahh..benar…CROT…CROT…CROT…spermaku tak sebanyak kemarin pagi. Tapi cukup
untuk memenuhi isi mulutnya. Ia menyedot spermaku sampai habis. “Nih lihat”,
kata ibuku sambil membuka sedikit mulutnya. Aku bisa lihat lidahnya yang
terbungkus cairan putih spermaku. “Ibu hebat”, kataku. “Ibu masih belum puas”,
katanya. Ia lalu menelan spermaku bulat-bulat.”Ah..” Aku bangkit dan langsung
nenen. Aku menenen kepadanya seperti bayi, kali ini kami All Out. Tidak seperti
kemarin. Kami saling mendesat, saling menggigit. Ibuku ada di atas, dan aku
berbaring. Penisku sudah tegang lagi dan mengacung ke atas. Ia berjongkok dan
menuntun penisku masuk miss-v-nya dengan tangannya. Ia pun naik turun sambil
tangannya bertumpu pada pahaku. Makin lama ia makin cepat gerakannya. Aku juga
tak kuasa, bahkan aku bisa-bisa jebol duluan. Ia tahu kalau aku mau jebol, Ia
hentikan gerakannya, ia ganti dengan meremas-remas telurku. Oh…ini baru, tehnik
baru. Ketika ia meremas telurku, tampak nafsuku yang sudah dipuncak tiba-tiba
hilang. Lalu setelah beberapa saat kemudian, ia bergoyang lagi naik turun. Ia
terus mengulangi hal itu kalau aku mau ke puncak, rasanya spermaku berkumpul di
ujung penisku. Seolah-olah pijatan itu membuatku seperti menahan bom. Dan
benar, ketika ibuku mau orgasme, ia lebih cepat bergerak. Ia naik turunkan
lebih cepat dari sebelumnya, ia tak lagi bertumpu di pahaku, tapi di dadaku.
Dan ia mengigau, “Oh…Gun…Oh…anak mama yang nakal….tongkolmu gedhe Gun. Nikmat
banget. Ibumu ini jadi budakmu Gun…Ahh…Sampai…sampai…ibu mau sampai, kamu juga
ya sayang, basahi rahim ibumu, hamili ibumu ini”. Aku pun keluar dan langsung
bangkit memeluk ibuku. Kami orgasme bersama-sama. Vaginanya sangat basah,
begitu juga punyaku. Sperma itu masuk ke rahimnya lagi. Banyak sekali, dan
benar, spermaku tadi yang tertahan terkumpul di ujung dan melepas dengan
semprotan yang luar biasa. Kami berpandangan sesaat, aku mencium bibirnya. Kami
berciuman, aku masih memangkunya, dan tak perlu waktu lama. Kami ambruk dan
saling berpelukan. Kami tertidur. ****** Hubunganku dan ibuku sendiri sekarang
sudah seperti suami istri. Aku tak tahu bagaimana kami menyebutnya. Setiap
malam aku selalu melakukannya, bahkan tidak tiap malam. Hampir setiap hari, dan
kesehatan ibuku makin membaik dari hari ke hari. Dokter pun terheran-heran
dengan hal ini. Dan setiap hari kami melakukan gaya yang berbeda-beda. Dan
lambat laun hal ini pun tercium oleh Arin. Suatu saat ketika ibu tidur lebih
awal, sehabis main denganku. Aku nonton tv. Di ruang tengah tampak Arin juga
ada di sana. Aku duduk berdekatan. “Aku tahu kakak gituan sama ibu”, kata Arin.
Aku kaget tentu saja. “Gituan gimana?”, tanyaku jaim. “Alaah, nggak usah sok
alim deh kak. Kakak ngent*t ama ibu kan?”, tanyanya. “Kalau iya kenapa?”,
tanyaku menantang. “Asal ibu bahagia saja, Arin senang. Walau pun agak aneh
rasanya kakak yang melakukan itu ama ibu”, katanya. “Kamu kepengen ya?”, “Nggak
ah” “Alah, kalau kau mau bilang aja, nggak usah malu-malu, atau kamu sudah
pernah gituan ya?” “Belum pernah, dan jangan ngejek ya!?” “Kakak nggak percaya,
kamu pasti udah nggak perawan”, kataku. “Kakak jahat!”, katanya sambil memukul
bahuku. “Aduh, koq mukul”, kataku. “Habisnya kakak jahat!”, katanya. “Kau harus
tahu, aku melakukan ini juga untuk kesembuhan ibu, semakin kakak melakukannya
ibu semakin membaikkan?” Arin diam sejenak, “Iya juga sih, ibu makin membaik”.
“Mau tau rahasia?”, tanyaku. “Apa ?”, tanyanya. “Sebenarnya sudah sejak dari dulu
kakak ingin begini sama ibu”, kataku. “Busett…kakak ternyata…”, Arin
menggeleng-geleng. “Yee…ini juga karena memang ibu wanita yang cantik”, kataku.
“Apalagi kakak juga sudah dewasa kan?” Entah bagaimana aku juga ingin begitu
dengan adikku. Melihat dia hanya pakai celana pendek, bahkan aku bisa melihat
putingnya yang menonjol. Kebiasaan dia kalau di rumah tak pakai BH. Alasannya
gerah. Jadi hal ini pun membuatku makin terangsang. Guna memancingnya aku
keluarkan penisku. Dan mengurutnya. “Kakak ngapain? Jorok ih”, katanya.
“Yeee…suka-suka dong”, kataku. Aku mengocok perlahan sambil menatap adikku itu.
“Kamu boleh koq sentuh” “Nggak ah..”, katanya. “SENTUH!!”, aku sedikit
membentak. Adikku entah bagaimana ia tiba-tiba spontan menyentuh penisku. “Nah,
gitu…”, kataku. Sensasinya mulai aku rasakan. “Sekarang kocok dong!!” “Udah ya
kak, jangan deh”, katanya. “Kocok!”, kataku. Ia menurut. Mungkin perbedaan
sikapku yang tadi membuat ia sedikit kaget. Aku tahu jantungnya berdegup
kencang. Ia mengocoknya terus, tak beraturan. Tapi itu saja sudah membuatku
nikmat. Aku lalu merangkulnya dan menciumnya, sembari ia masih mengocok. Ia
kaget dan mencoba melepaskan diri, tapi aku lebih kuasa. Adikku yang SMP itu
kini first kis denganku. Lidahku menari-nari di dalam mulutnya, ia tampak
kewalahan, bahkan aku sigap kaosnya dan kuremas dadanya yang montok itu. Lalu
aku menyusu kepada adikku itu, aku lucuti pakaiannya, ia meronta, “Kak…jangan…”
Terlambat sudah, aku sudah menduduki perutnya, ia tak bisa ke mana-mana. Aku
lucuti pakaianku, kini kami telanjang. Aku julurkan penisku ke mulutnya. “Ayo
isep!”, kataku. “Nggak ah kak, koq jadi gini sih”, katanya. “Isep!”, kataku. Ia
hanya nurut. Ia buka mulutnya dan aku jambak rambutnya. Kugerakkan kepalanya
maju mundur. Nikmat sekali. Tak perlu lama-lama, aku sudahi permainan itu
karena aku mengincar vaginanya. Segera, aku berbalik di posisi 69. Aku
menjilati miss-vnya. Vagina perawan memang beda. Aku rasanya cairan itu
membasahi mulutku. Lidahku terus menari-nari di dalamnya. Sementara adikku
mengulum penisku dengan suara…”Hmmmhh…hmmmh…hmmmh…” Cairan kewanitaan itu makin
banyak. Dan vagina itu basah sekali. Aku sudah benar-benar puas. Lalu aku
berbalik. Dan aku siap untuk menusukkan penisku yang besar dan panjang ini ke
vagina Arin yang sempit. Mulanya kepalanya yang masuk, sulit sekali. Lalu aku
dorong perlahan, aku tarik lagi, aku dorong lagi, vaginanya berkedut-kedut
meremas-remas punyaku. Punyaku serasa ingin dia hisap. “Kaakk….sakit
kaak…jangan perkosa Arin”, katanya meminta. “Nanti juga enak koq Rin”, kataku.
Dan aku pun mulai mendorongnya sekuat tenaga. Arin memiawik tertahan. Nafasnya
memburu. Vaginanya berdenyut-denyut, ia menerima ransangan penisku, aku mulai
bergoyang teratur. Sembari aku menindihnya aku menciumi bibirnya. Kakak adik
ini sekarang sudah bersatu. Tak kusangka penisku bisa masuk penuh memenuhi
rongga vagina adikku sendiri. Kini aku tak kuasa ingin keluar. Padahal juga
baru sepuluh menit bergoyang. Dan aku pun tak bisa menyia-nyiakan ini, aku
memang ingin keluar. “Rin, kakak mau menghamili kamu….ahh…keluar
riiinn…Akkkhh…aaahhkkk”, benar sekali. Spermaku muncrat dengan energi penuh.
Adikku merangkulku. Karpet itu jadi saksi bahwa keperawanan adikku aku renggut.
Agak lama kami berpelukan dan berguling di karpet. Sampai kemudian aku cabut
punyaku. Dan melihat karpet itu bernoda. Sperma tampak sedikit keluar dari
vaginanya, karena terlalu banyak yang keluar tadi. Malam itu aku membopong
adikku ke kamarnya. Ia menangis. Tentu saja ia kaget dengan yang kulakukan
barusan, bahkan ia kuperkosa. “Maafkan kakak ya”, kataku. “Kalau kau mau marah,
kakak ada di sini” “Percuma Arin marah, kakak sudah memerawaniku”, katanya.
“Kakak harus janji, selain ibu dan Arin, kakak nggak boleh dengan wanita
lain!!” “Baiklah kakak berjanji”, kataku. “Mulai sekarang, Arin ingin jadi
istri kakak”, katanya. Setelah itu, aku berterus terang kepada ibuku tentang
kejadian tadi malam. Ibuku tak marah. Ia mengerti keadaanku yang kecanduan sex.
Boleh dibilang, hubungan incest ini tak ada orang yang tahu. Bahkan ketika
ibuku melahirkan anak hasil hubungan kami, demikian juga Arin. Entahla ini
namanya apa. Tapi kami berjanji akan menjaga anak-anak kami sampai ia dewasa
nanti. Dan yang pasti. Hari-hariku melakukan sex dengan mereka berdua tak akan
pernah usai. Dan anehnya setiap saat aku ingin sekali melakukannya dengan
mereka. Ibuku yang suka dan mahir blow job, ditambah Arin yang vaginanya sempit
membuatku ingin setiap hari menggaulinya. Kau tahu kalau kalian menganggap
kisah ini bualan, kalian salah. aku benar-benar melakukannya dengan ibu dan
adikku. Diceritakan lagi oleh TS dari seorang yang dirahasiakan identitasnya.
Sabtu, 10 Oktober 2015
Kuhamili Adik Cantik Dan Ibu Tiri Ku
Cerita Ngesex - Kuliah adalah tempat
seseorang untuk menuntaskan cita-citanya. Dan juga mungkin tempat di mana kita
akan mengenal sebuah dunia baru. Dunia ini begitu luas, sampai-sampai kita tak
sadar bahwa dunia itu sedikit demi sedikit mempengaruhi kita. Kita tak heran
banyak orang-orang yang pergi kuliah pulang ke kampung halamannya sudah berubah
drastis. Dari mereka yang sifatnya lugu menjadi sok gaul, dari mereka yang
sifatnya jelek bisa jadi pulang menjadi orang yang alim banget. Inilah yang
terjadi padaku, sebuah pengalaman yang entah aku harus menyebutnya apa. Namaku
Gun, sebut saja begitu. Seorang mahasiswa fakultas Tehnik di kampus X, salah
satu PTS terkenal di kota Y. Ada perasaan kangen sebenarnya ama kampung
halaman. Dan perasaan itu pun masih ada sampai sekarang, maklum karena
kesibukanku, aku pulang hanya setahun sekali. Selain mengikuti organisasi
kampus dan banyak ekstrakulikuler, aku juga dihadapkan pada jadwal perkuliahan
yang padat. Namun pada semester kelima ini, aku mau mengambil cuti untuk
beberapa waktu. Kabar tak enak datang dari kampung halaman. Baru saja
keluargaku di kampung halaman mendapatkan musibah, sebuah kecelakaan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.