Rabu, 30 September 2015

Taxi Pemerkosa

Pagi tadi, aku terpaksa naik taksi ke sekolah, soalnya mobilku ngadat gak mau jalan. Gak biasanya mobilku rewel kayak gitu. Tapi ya udahlah pikirku, daripada telat, mendingan pake taksi.  Tadinya sih tuh taksi jalan seperti biasa, tapi ditengah jalan, tuh taksi tiba-tiba salah belok dan malah ngambil jalan yang berlawanan arah ama sekolah aku.
Akupun lalu menepuk bahu si supir, kulihat ID-nya si supir diatas dashboard, namanya Panji, kelihatannya usianya belum terlalu tua, mungkin baru awal 30-an, jadi aku memanggilnya mas.
“Mas, salah jalan nih, kalo mau ke sekolah aku, mestinya tadi belok ke kanan, bukan ke kiri” kataku



“Iya non, tapi jalan tadi masuk kategori three in one, jadi gak bisa masuk” katanya
“Ah masa? Aku tiap hari lewat situ, kayaknya bukan ah” kataku tak percaya.
“Ya baru semalem diresmiinnya non” katanya tanpa mengalihkan pandangan.
Dalam hati aku merasa ada yang salah, aku sudah sering mendengar tentang penculikan danperampokan yang dilakukan oleh para supir taksi gadungan, mungkin taksi ini salah satunya.
“Kalo gitu berenti di sini aja mas” kataku.
“Tunggu bentar non, saya berentinya di depan dikit” katanya.
Dan benar saja, tak lama kemudian laju taksi itupun melambat, hingga akhirnya berhenti total di pinggir jalan yang tidak aku kenal. Debar jantungku agak menurun, tampaknya aku salah sangka. Akupun mengeluarkan dompetku, dan hendak membayar ongkos taksi, tapi tiba-tiba, pintu taksi tersebut terbuka, dan seorang pria masuk dan duduk disebelahku.
Pria itu bertubuh tinggi besar, berkulit hitam dan memakai kaos tanpa lengan. Dilengannya yang tak tertutup itu, tampak dipenuhi oleh berbagai macam tato yang menyeramkan. Wajahnyapun tak kalah menyeramkan, dipenuhi bekas luka dan codet, seperti korban perang saja. Aku benar-benar merasa takut melihatnya.
“Ehh..misi mas…saya mau keluar dulu” kataku berusaha setenang mungkin.
Tapi ia malah mengeluarkan pisau dan menempelkannya ke perutku.
“Gak usah buru-buru non, mendingan kita jalan-jalan sebentar, jalan Ji!” ujarnya memerintah si supir.
Oh my god, mereka berdua saling mengenal, mereka pasti menjebakku. Meskipun ketakutan setengah mati, aku berusaha berbicara.
“Ehh…mas..ini kalo mau uang atau HP silahkan ambil, tapi biarkan saya turun, please” ibaku.
Tapi ia tidak menjawab.
“Mas…please..” ibaku lagi
“Berisik! Banyak bacot lu yah! Mau gue beri nih?!” ancamnya sambil makin menekankan pisaunya keperutku.
Akupun terpaksa diam, tubuhku gemetaran menahan rasa takut. Aku mengamati jalan untuk melihat kemana mereka membawaku. Tak lama kemudian taksi berhenti didepan sebuah gerbang tua yang sudah berkarat. Panji si supir taksi membunyikan klakson, dan gerbang itupun terbuka. Seorang pria tinggi kurus berselempangkan kain sarung membuka pintu gerbang tersebut. Wajah si pria kurus tersebut benar-benar seperti orang yang belum makan berminggu-minggu, seperti tengkorak saja. Taksi itu kemudian berjalan melewati gerbang tersebut dan  memasuki tempat, yang sepertinya merupakan bekas sebuah pabrik atau mungkin komplek gudang tua yang amat luas.
Di depan sebuah bangunan yang agak kecil, taksi itupun berhenti. Si Codet segera membuka pintu dan menarikku keluar. Aku berusaha meronta melepaskan diri, namun apa artinya tenaga seorang gadis mungil sepertiku, dibandingkan tenaganya.
Akupun diseret memasuki bangunan tersebut, di dalamnya nyaris tidak terdapat apa-apa, diruangan yang luas tesebut, hanya terdapat sebuah kasur matras  yang cukup besar, sebuah lemari, meja kecil, sebuah sofa tua yang sudah bolong-bolong, dan sebuah radio tua yang tergeletak disudut ruangan. Tampaknya bangunan ini merupakan rumah jaga dari komplek gudang atau pabrik ini.
Dengan kasar, si Codet mendorongku ke tengah ruangan, pintu terbuka, dan Panji si supir taksi memasuki ruangan bersama dengan orang yang membukakan pintu gerbang tadi.
“Bang, tolong bang, lepasin saya, ini dompet ama HP saya, silahkan buat abang-abang, saya janji gak akan bilang sama siapa-siapa” kataku sambil mulai menitikkan air mata.
“Gile Ji, cantik banget mangsa kita kali ini. Bisaan lu nyarinya” kata si kurus tak menghiraukan kata-kataku.
“La iyalah, Panji, makanya hari ini gue yang dapat giliran pertama oke?” jawab Panji sambil tertawa-tawa.
“Iya deh, silahkan garap duluan memeknya. Tapi Pantatnya gue yang garap duluan oke, abis pantatnya bohay banget, gak tahan gue ngeliatnya” timpal si kurus.
Wajahku langsung pucat pasi mendengar obrolan mereka. Ternyata mereka berniat memperkosa aku.
“Bang, tolong jangan perkosa saya bang, saya masih perawan” aku langsung menyesal mengatakan itu, karena kulihat mereka justru makin bernafsu mendengar bahwa aku masih perawan.
“Ah yang bener! Masa ada gadis cantik gaul kayak lu masih perawan? Gak percaya gue, mesti dibuktikan nih..he..he..he”  kata Panji sambil muali menghampiri dan berusaha memelukku.
Akupun meronta-ronta, melawan sekuat tenaga sambil menjerit-jerit. Tiba-tiba si Codet yang saat itu sedang duduk diatas sofa berkata.
“Woy, diem lu, gak usah banyak bacot atau coba-coba ngelawan, mau gue potong-potong ampe jadi kornet lu!” ancamnya
Aku langsung terdiam, tubuhku kaku, firasatku mengatakan bahwa ini bukan hanya ancaman kosong belaka. Panji menggunakan kesempatan ini untuk menciumiku dan meremas-remas payudayaku yang masih tertutup seragam sekolah. Sementara si kurus menghampiriku dari belakang, tangannya menyingkap rambutku dan mulai menciumi tengkukku yang ditumbuhi oleh rambut-rambut halus. Sementara satu tangannya mengelus dan meremas-remas pantatku.
Panji masih asyik melumat bibirku, dan lidahnya mulai bergerak-gerak mencari jalan masuk kedalam mulutku. Hingga akhirnya ia berhasil, dan lidahnya menelusuri sudut mulutku dan memijati lidahku. Cukup lihai juga ia dalam berciuman, meskipun bau mulutnya sangat menggangguku.
Dalam hati aku sudah pasrah, bila harus diperkosa, daripada nanti disiksa, atau bahkan dibunuh.
“Bang, saya nurut deh, tapi jangan sakitin saya bang” kataku lagi ditengah serangan gencar mereka.
“Ya elah, mana mungkin kita tega nyakitin cewek secantik lu, kita justru mau nyenengin lu” kekeh si kurus. Tapi si Codet yang paling aku takuti justru tidak menjawab, ia hanya tersenyum sambil memainkan pisau ditangannya.
Tiba-tiba aku merasakan seperti tersengat listrik. Tangan Panji rupanya telah menyelusup ke balik rok seragam ku, dan mulai meremas-remas vaginaku yang masih dilindungi celana dalam. Sementara tangan si kurus membuka dua kancing atas seragamku, dan menyelusup ke dalam cup Bra ku untuk meremas-remas payudaraku.
Menerima rangsangan seperti itu, aku merasakan lututku melemah. Apalagi ketika jari-jari Panji menyelusup dari samping celana dalamku dan memasuki liang vaginaku. Jari-jari itu seperti ular yang memasuki sarangnya, menggesek-gesek dinding vaginaku, hingga akhirnya mengorek-orek dan bergerak dengan liar seperti menyetubuhiku.  Vaginaku pun terasa basah.
Kurus yang tampaknya sudah tidak sabar, membuka seragam sekolah dan Bra ku, dan melemparkannya kesudut ruangan, hingga aku akhirnya berdiri bertelanjang dada. Dengan gemas ia meremas-remas payudaraku, dan memutar-mutar puting payudaraku yang berwarna coklat kemerahan.
”Baring non” kata Panji sambil menunjuk kearah matras yang terhampar di lantai. Akupun menurut dan berbaring diatas matras yang berbau tak sedap itu. Begitu aku berbaring, Panji langsung menarik rok seragam beserta celana dalamku. Iapun lalu membuka lebar-lebar kedua kakiku dan menatap pangkal pahaku. Iapun bersiul pelan.
“Wuiih bagus banget memeknya, belahannya masih rapet, warnanya masih merah muda, jembutnya dikit dan alus lagi! Memek kelas 1 nih” katanya sambil kemudian mengelus-elus belahan vaginaku.
“Non, isep non” Kata si kurus yang telah telanjang bulat dan berjongkok disamping kepalaku. Ia menyodorkan penisnya yang panjang tapi juga kurus seperti pemiliknya.
Aku kembali shock, melihat penis orang dewasa secara langsung saja baru kali ini, apalagi memegangnya . Rasanya muak bila membayangkan aku harus memasukan penis itu ke dalam mulutku. Namun aku takut akan apa yang akan mereka lakukan padaku jika aku tidak menuruti perintahnya. Jadi akupun berusaha meraih penis tersebut.
“Tunggu”, tiba-tiba kurus berkata, “masa main isep gitu aja, minta ijin dulu dong Non!”.
Aku hanya bisa terisak karena sedang dilecehkan olehnya tanpa bisa melawan sama sekali.
“Bo, bo, boleh saya jilat punya abang?” kataku ditengah isak tangis.
”Yah, silakan deh”, jawab si kurus
Penis panjangnya mungkin sekitar 18 cm, sementara kepala penis itu sendiri berwarna keunguan dan berdenyut-denyut layaknya mahluk hidup. Kurus pun tertawa melihat wajahku memucat melihat penisnya.
“Lho, Non, katanya mau diisep, kok cuman diliatin doang”, kata kurus tidak sabar. Tidak tahu bagaimana memulainya, aku pun memajukan wajah dan menempelkan bibirku yang mungil ke kepala penis tadi, dan mulai menciuminya.
Sementara Panji sambil memegang kedua pahaku dan merentangkannya lebar-lebar, dan membenamkan kepalanya di antara kedua pahaku. Mulut dan lidahnya menjilat-jilat penuh nafsu di sekitar vaginaku yang yang masih rapat, tertutup rambut halus itu. Aku hanya bisa memejamkan mata, “Ooohh…, nikmatnya…, ooohh!”, aku menguman dalam hati, mulai bisa menikmatinya, sampai-sampai tubuhku bergerak menggelinjang-gelinjang kegelian. Akupun terpaksa menggigit bibir untuk menahan erangan yang memaksa keluar dari mulutku.
Aku telah diliputi nafsu birahi, aku sungguh tersiksa antara rasa malu karena telah ditaklukan oleh pemerkosaku itu dengan gampang, namun perasaan nikmat yang melanda di sekujur tubuhku itu sungguh tak tertahankan. Tangan panji kini dijulurkan ke atas, menjalar melalui perut ke arah dada dan mengelus-elus serta meremas-remas kedua payudaraku dengan sangat bernafsu.
Menghadapi serangan bertubi-tubi yang dilancarkan panji ini, aku benar-benar sangat kewalahan, bahkan secara tidak sadar, kedua pahaku yang jenjang mulus menjepit kepala Panji untuk melampiaskan derita birahi yang menyerangku, aku bahkan sempat lupa kenyataan bahwa lelaki itu sebenarnya sedang memperkosaku.
“lho kok cuman diciumin doang, jilat, isep dong!” kata Kurus yang rupanya kurang puas dengan pelayananku.
Aku terus menciumi selama beberapa saat, kemudian mengeluarkan lidahku untuk menjilati batang penis Si Kurus. Sambil menelan ludah, aku membuka mulut lebar-lebar dan memasukan kepala penis itu ke dalam mulutku, sedangkan lidahku terus menjilati. Nafas si Kurus sekarang semakin berat dan terengah-engah, sementara aku terus menjilati kepala penisnya, sesaat aku merasakan sesuatu yang asin di ujung penisnya, tetapi aku berusaha melupakannya, dan sambil menutup mata erat-erat, bibirku menempel disekeliling penis Kurus.
10 menit lamanya aku melayani penis si Kurus, sesekali aku menggelinjang antara geli dan nkmat karena jilatan Panji, belum lagi ketika dua jarinya menyelusup masuk menembus liang vaginaku. Kedua jari itu lalu bergerak keluar masuk, dan kadang ia mendiamkannya, sepertinya menikmati jepitan vaginaku yang masih amat sempit. Panji pun terkadang memasukkan lidahnya kedalam vaginaku dan menggerakkanya dengan liar, merasakan benda basah dan hangat itu bergerak-gerak dalam vaginaku, sungguh memberikan sensasi yang luar biasa.
Kurus sekarang semakin keras mengerang, aku ketakutan mendengar erangannya kukira aku telah berbuat salah dan menyakitinya. Tapi Kurus tiba-tiba memegang rambutku dan mendorong kepalaku hingga hidungku bersentuhan dengan bagian bawah pusarnya. Kurus pun menyemprotkan sperma masuk ke dalam mulutku. Aku belum pernah merasakan sperma sebelumnya, mulanya aku hendak memuntahkan cairan tersebut, namun entah mengapa, aku justru malah menelan semua cairan kental asin yang memenuhi mulutku itu.
“aararaagghh!”, erang Kurus, “Telen semua!”.
Lalu pegangan Kurus pun perlahan mengendor dan aliran sperma yang keluar melambat dan akhirnya berhenti. Selama beberapa saat aku masih mengulum penis kurus, takut akan berbuat salah jika mengeluarkan penis si kurus. Tapi ia akhirnya menarik keluar penisnya dari mulutku. Aku pun berusaha menelan sisa-sisa sperma yang masih menempel di lidah dan langit-langit mulutku untuk segera menghilangkan bau menyengat yang memenuhi mulutku,
Tiba-tiba Panji langsung menindihku. Tangan kanannya menggenggam batang penisnya  dan kepala penisnya yang membulat itu digesek-gesekkannya pada clitoris dan bibir vaginaku yang memang sudah sangat basah itu, akan tetapi masih sangat sempit untuk dimasuki penis.
Pelahan-lahan kepala penis Panji menerobos masuk membelah bibir vaginaku. suatu perasaan geli yang segera menjalar ke seluruh tubuhku. Dengan kasar Panji tiba-tiba menekan pantatnya kuat-kuat ke depan, sedangkan batang penisnya perlahan amblas ke dalam liang vaginaku.
Aku langsung menjerit kesakitan ketika kepala penis itu mulai menerobos vaginaku. Aku tiba-tiba menyadari sesuatu. Dia tidak pakai kondom, dia akan menghamiliku!
“Aduuhh, Sakiitt! Sakit !, aku hanya bisa merintih.
Tapi Panji terus bergerak makin cepat dan keras, makin lama makin dalam penisnya masuk ke dalam vaginaku. 5, 10, 15, hingga 20 m penisnya masuk!
“Ehhhgh…gilaaa!”, jeritku.”Ampuunn! Ampuunn!”.
Namun jeritanku rupanya hanya menambah semangat Panji. Ia makin keras menghentak-hentak, hingga pinggul dan pantatku terbanting-banting di lantai. Penis itu bergerak keluar dan masuk vaginaku yang masih sempit. Rasanya bagian bawah diriku seperti tersobek-sobek, sampai rasanya terlalu sakit dan lelah untuk bisa berteriak,
Tubuhku bergetar dan terlonjak dengan hebat akibat dorongan dan tarikan penis Panji, gigiku bergemeletuk dan kepalaku menggeleng-geleng ke kiri kanan di atas meja. Aku mencoba memaksa kelopak mataku yang terasa berat untuk membukanya sebentar dan melihat wajah seram lelaki yang sedang memperkosaku.
Namun lama-kelamaan, aku sungguh tak kuasa untuk tidak merintih setiap kali Panji menggerakkan tubuhnya, gesekan demi gesekan di dinding liang vaginaku, mulai memberikan sensasi kenikmatan yang hampir tak tertahankan.
Setiap kali Panji menarik penisnya keluar, Aku merasa seakan-akan terbetot keluar, dan ketika Panji menekan masuk penisnya ke dalam vaginaku, maka klitorisku yang kemudian tergesek-gesek dengan batang penis itu, menimbulkan suatu perasaan geli yang dahsyat, yang mengakibatkan seluruh badanku menggeliat dan terlonjak, sulit rasanya menahan sensasi kenikmatan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Lalu tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh di dalam tubuhku, sesuatu yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya, membuat dirinya meledak dalam kenikmatan. Aku merasa diriku seperti tenggelam dalam genangan air, Aku akan mengalami orgasme! Ingin menangis rasanya karena tidak rela bila aku harus orgasme waktu sedang diperkosa!.
Namun aku akhirnya terbuai dan larut dalam tuntutan badanku dan terdengar erangan panjang keluar dari mulutku yang mungil, “Ooooh…, ooooooh…, aahhmm…, ssstthh!”. kedua pahaku mengejang serta menjepit dengan kencang, keseluruhan badanku berkelonjotan, menjerit serak dan…, akhirnya larut dalam orgasme total yang dengan dahsyat melandaku, seluruh tubuhku rasanya lemas seakan-akan seluruh tulangnya copot berantakan. Sementara pahaku terkangkang lebar-lebar dimana penis Panji masih tetap menggenjot liang vaginaku dengan dashyatnya.
Lelaki tersebut terus menyetubuhiku dengan cara itu. Sementara tangannya yang lain tidak dibiarkan menganggur, dengan terus meremas-remas kedua payudaraku yang indah secara bergantian. Aku dapat merasakan puting payudaraku sudah sangat mengeras, runcing dan kaku, sementara batang penis yang hitam dan besar milik Panji keluar masuk ke dalam liang vaginaku yang masih sempit.
Setelah bergumul sekitar limabelas menit, akhirnya Panji menghentakan penisnya dengan keras disertai lenguhan panjang. Aku merasakan semprotan hangat di rahimku, sementara cairan vaginaku yang meluber bercampur dengan darah perawanku dan sperma Panji, meleleh keluar. Hujaman Panji makin lemah, diapun lalu menarik lepas penisnya. Panji menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya lagi. Wajahnya menunjukkan kepuasan setelah hasrat liarnya terpenuhi.
“Hebat…memek lu  bener-bener top, bikin ketagihan deh !” komentarnya.
”Udah Ji? Kalo gitu giliran gue nih” kata si Codet yang rupanya sudah telanjang bulat, berjalan menghampiriku.
“Silahkan Bos, sempit banget deh bos, gak bakalan kecewa” Panji mempersilahkan si Codet untuk menikmati tubuhku.
Aku berusaha untuk tidak menanggapi komentar tersebut. Lagipula aku masih terlampau lelah.
Si Codet lalu memposisikan tubuhnya diantara kedua kakiku, kelihatannya ukuran penisnya sama dengan Panji, jadi mungkin tidak terlalu masalah denganku.  Si Codet mengusap-usap dulu kemaluanku yang sudah basah itu dengan ujung kemaluannya hingga aku kegelian dan terangsang kembali dan dengan dibantu oleh jari-jarinya yang juga bermain didaerah G-Spot-ku serta diclitorisku akupun dibuat semakin becek dan siap untuk dimasuki.
Dan ketika aku mulai semakin mendesah-desah, Codet pun dengan sigap memasukan penisnya ke dalam vaginaku. Codet diam sejenak, tampaknya menikmati jepitan vaginaku yang masih sempit, lalu ia pun mulai bergoyang memaju-mundurkan senjatanya namun dengan sedikit demi sedikit, jadi tidak langsung main tancap seperti yang dilakukan oleh Panji.
Aku pun mulai merasakan sedikit nikmat dan kembali terangsang dan semakin tidak kuat lagi menahan desakan kenikmatan yang makin memuncak dan semakin tidak tertahankan itu. Tanpa sadar aku melenguh keras “Ooooahh…,aaahhahhh..”,
Gaya serangannya menggebu-gebu dan setiap kali si Codet menancapkan penisnya yang besar itu kedalam vaginaku, maka tekanan penisnya mendorong seluruh bibir vaginaku melesak kedalam, sehingga klitorisku pun ikut tertekan masuk dan tergesek-gesek dengan batang penisnya yang dilingkari oleh urat-urat menonjol. Hal ini membuatku menggelinjang-gelinjang nikmat.
“Aaagghhh…, aaddduuhh…,  peeelllannn-peellannn…, doongg…!”, akan tetapi ia malah meningkatkan tempo permainannya, dan semakin menggebu-gebu memompakan kemaluannya ke dalam liang vaginaku.
Tiba-tiba si Codet berguling dan mengangkat tubuhku hingga terbaring di atas perutnya. Aku terbaring menindihnya, terengah-engah dengan penis hitam yang masuk seluruhnya dalam vaginaku. Codet lalu memegangi pantatku dan mulai bergerak lagi, sekarang lebih perlahan. Sebelum aku bernafas dengan normal kembali,  aku merasakan sebuah kepala penis mendorong tepat di liang anusku yang kecil dan rapat.
Aku menoleh kebelakang dan melihat si kurus mencoba 
menyodomiku.
“Ya Tuhan, ya Tuhan! Jangaann!”, aku melolong ketika penis si kurus mulai menembus masuk anusku senti demi senti.
Karena anusku masih sangat sempit, si kurus menggunakan cara tarik ulur, masuk 5 senti, tarik 2 senti, perlahan-lahan semakin dalam penis si kurus menembus anusku.
“Ya Tuhan, jangan Tuhan. Aku diperkosa dua orang sekaligus!”, jeritku dalam hati. Dengan satu dorongan final, penis si kurus pun terbenam seluruhnya dalam anusku.
“aarrhhkkhh!”, aku menjerit dan menjerit.
“Sakiit!, Sakiit! Sakiit! Ampuunn!”, Tapi si Codet dan kurus terus bergerak keluar masuk, sampai akhirnya aku hanya bisa merintih “arrggh,…. Sakit…ehhmmp”
Sial sekali, kedua orang itu langsung menggenjotku tanpa belas kasihan.  Mungkin selama setengah jam, mereka berdua menggarapku habis-habisan.
Aku menahan nafas setiap kali kedua penis itu menusuk dalam- dalam. Bagian bawah tubuhku serasa dipaksa membuka selebar-lebarnya supaya dapat menampung kedua penis yang bergerak-gerak dengan brutal itu. Rasanya luar biasa sesak, terutama penis si kurus yang menembus anusku, seakan batangan besi yang menusuk dalam-dalam.
Aku menghitung detik demi detik yang berlalu,  berharap kedua lelaki itu segera mencapai klimaksnya, namun harapanku tak kunjung terjadi. Aku berusaha menggerakkan pinggulku, akan tetapi paha, pantat dan kakiku telah mati rasa. Tapi kedua orang yang masih menggenjotku itu tidak juga mencapai klimaks.
Untunglah tak lama kemudian dengan mengeluarakan erangan keras, si kurus dengan brutal menusukkan penisnya dalam -dalam dan kemudian mencabutnya. Semprotan sperma pun melanda punggung dan pantatku yang putih halus, si kurus pun akhirnya mencapai puncaknya.
“Annjrit, sempit banget pantatnya” katanya sambil terengah engah.
Tinggal si codet yang masih menggenjot vaginaku, staminanya ternyata sangat luar biasa, sementara aku sudah tidak mampu lagi bergerak.
Dan akhirnya 15 menit kemudian, aku merasakan hentakan pinggul si Codet melemah, ia pun menggeram.
“Eeddann, nikkmmaatt..eegh”
Dan cairan hangat pun terasa memenuhi vaginaku. Si Codet telah mencapai orgasme, Aku langsung panik ketika menyadari bahwa saat itu adalah masa suburku! Ya tuhan, jangan sampai aku hamil oleh bajingan- bajingan ini.
Penis si Codet pun segera mengecil dan lepas dari jepitan vaginaku, dan ia pun segera bergeser keluar dari bawah tubuhku.
Dan, kedua laki-laki itu dengan terengah-engah terbaring lemas sementara aku tepat berada ditengah-tengah mereka. Aku hanya bisa telungkup lemas jauh dengan sperma meleleh keluar dari vagina dan anusku yang terasa terbuka lebih lebar dari biasanya.
Akhirnya semua selesai, pikirku. Tapi ternyata aku keliru, Panji mendekatiku, ia memegang sebuah mentimun besar yang entah ia dapatkan dari mana. Dengan seringai jeleknya ia medekatiku,lalujongkok diantara kedua kakiku.
“Masih pengen kan lu? Nih gue kasih” katanya.
Ia lalu memegang pahaku dengan satu tangan, dan menempelkan mentimun besar itu dengan tangan yang satunya lagi pada bibir vaginaku. Akuberusaha beringsut menjauh, namun tak bisa karena kakiku dipegang erat oleh Panji.
“Jangan bang, jangan, apa belum cukup…”ibaku
Tanpa menjawab, Panji langsung menghujamkan mentimun itu kedalam vaginaku, lalu langsung memaju-mundurkannya  dengan cepat. Aku langsung tergagap, jujur saja aku menikmati gesekan pada vaginaku itu, meskipun dinding vaginaku hanya digesek oleh mentimun tetapi rasanya luar biasa.
Melihat ekspresi wajahku yang kelihatan menikmatinya, ketiga orang itu tertawa terbahak-bahak.
“Busyet nih cewek, ngakunya kagak demen dientot, tapi  ini timun aja diembat juga!” ejek kurus.
“Emang nih cewek, kedemenan nih, kagak ada kontol, timun pun jadi” balas codet.
Panas kupingku mendengar ejekan mereka, jadi akupun berusaha menahan rasa nikmat ini, dan menutup indra perasa ku dalam dalam. Tapi terlambat  “ohhhh… shiittt..gillaa” aku mengerang dalam hati,Nikamti cerita nyata pemerkosaan lainya di ceritadewasa17tahun.info  dan cairan orgasme ku segera tumpah ruah, muncrat keluar dari liang vaginaku, Aku mengernyit menahan nikmat, nafasku terengah-engah seperti habis lari marathon.
Akupun langsung menangis menyambut orgasme ini, sungguh terhina rasanya, orgasme karena disetubuhi mentimun. Belum lagi riuh rendah tepukan dan ejekan dari para pemerkosaku, beban fisik dan mental ini sungguh terlalu berat untuk kutanggung.
Perlahan kesadaranku menghilang, kepalaku terasa berputar, semakin jauh dan jauh, hingga akhirnya hanya gelap yang kurasa.
Ketika aku terbangun dari pingsanku, aku telah berada di dalam taksi milik Panji, aku berada di kursi belakang masih telanjang bulat, dengan seluruh seragamkuku tertumpuk berantakan di sampingku. Sementara Panji berada di belakang kemudi, dan si Codet duduk di kursi penumpang di sebelahnya. Aku segera memakai pakaianku yang kusut berantakan itu, tapi aku tidak bisa menemukan celana dalamku.
“Udah bangun non? Udah rapi lagi pake baju, padahal bagusan kalo non telanjang deh, lebih seksi” ejek Panji yang melirikku.
“Tapi yang ini gue pegang yah, buat kenang-kenangan” kata si Codet sambil melambaikan dan kemudian mencium dengan penuh perasaa, celana dalamku yang ia pegang.
Aku hanya bisa terdiam, dan segera memeriksa isi tasku. HP ku hilang, dompet masih ada, tapi uang, kartu kredit, kartu ATM dan kartu pelajarku telah hilang.
Tiba-tiba aku melihat si Codet memberi isyarat pada Panji, Panji pun menepi di tepi sebuah jalan, menghampiri segerombol pengamen jalanan yang tampak sedang istirahat di sebuah warung.
“Jo..Ajo!” panggil si Codet lewat jendela yang telah diturunkan.
Seorang pemuda tanggung menghampiri mobil yang kutumpangi. Usianya paling hanya  14 atau 15 tahun, sedikit dibawahku. Kulitnya hitam dekil karena kebanyakan tersorot matahari dan kurang disiram air. Pakaiannya pun tidak kalah menyedihkannya, seperti kain rombeng yang dijahit seadanya saja. Tetapi sorot matanya tajam, dan tua melebihi usianya.
“Ada apa bos?” tanya si pemuda.
“Denger, gue kan masih punya utang di warung lu, 50 rebu yah? Gue bayar pake daging mentah gimana mau gak?” tanya si Codet.
“Tergantung, yang mana barangnya?” tanya si pemuda sambil terkekeh.
“Noh di belakang, kata Panji sambil menurunkan kaca pintu belakang taksi.
Sialan, rupanya mereka sedang membicarakan aku! Terlebih lagi aku mau dipake buat bayar hutang si Codet yang Cuma 50 ribu rupiah! Apa harga tubuhku semurah itu? Pikirku dalam hati, ditengah ketidakberdayaanku.
“Wuiihh boleh banget bos! Cewek cantik kayak gini mah kalo di lokalisasi bisa jutaan semalem”
Ajo pun langsung membuka pintu taksi dan duduk disebelahku, begitu ia menutup pintu, taksi tersebut langsung berjalan entah kemana.
Aku langsung beringsut dan duduk sejauh mungkin dari pemuda itu, tapi ia langsung memepetku hingga menempel ke pintu. Tangannya langsung meraba dadaku, sementara mulutnya mencoba menciumi wajahku, aku segera memalingkan muka kekiri dan kekanan mencoba menghindarinya.
“Bang, bisa suruh ceweknya nurut gak nih, susah nih saya kalo begini” kata Ajo pada si codet.
Si codet yang mendengar keluhan ini langsung menoleh dan membentakku.
“Lu masih aja ngelawan, kayak masih perawan aja! Udah layanin dia baik-baik, ato gue beri nih” katanya lagi sambiluntuk kesekian kalinya  mengacungkan pisaunya padaku.
Tubuhku langsung kaku mendengar ancaman ini. Kesempatan ini dipergunakan Ajo untuk segera menggerayangiku. Ia segera membuka kancng seragamku dan tangannya langsung menyelusup kebalik bra ku, dan meremas gundukan kenyal didadaku, saking kerasnya hingga nafasku terasa sesak.
Dengan terburu-buru ia segera memelorotkan celana ¾ nya dan mengeluarkan penisnya yang berwarna hitam, ukurannya tidak begitu besar, mungkin hanya 15 senti.
Tanpa banyak bicara ia meraih kepalaku dan menekannya kebawah hingga bibirku menyentuh penisnya. Karena sudah tahu apa maunya, bibirku langsung menyusuri batang penisnya dengan perlahan, turun naik, bahakan terkadang menjllati biji pelirnya dan mengulumnya kedalam mulutku. Agak gak nahan juga baunya, tapi rasanya lumayan.
Untuk beberapa lama aku terus menghisap penis itu turun naik, sementara si pemilik penis justru malah mengobrol ngalor ngidul dengan si codet dan Panji, sambil satu tangannya sesekali membelai rambutku yang panjang, sementara tangannya yang satu lagi meraih kearah pantatku dan menggosok-gosok bibir vaginaku dengan jarinya.
Tidak lama kemudian, Ajo menyuruhku untuk duduk berbaring  menyamping  hingga pantatku menghadapnya,  tak lama kurasakan sebuah benda tumpul menembus vaginaku dengan mulus, ukurannya memang tak terlalu besar, tapi justru pas dengan liang vaginaku yang masih sempit. Dan begitu ia memaju mundurkan pantatnya, langsung aku merasakan nikmat yang luar biasa.
“Edaaann..manteb…” erang Ajo menikmati vaginaku.
“He..he..he gimana, enak kan memeknya, cuman 50 rebu lagi” ejek si Codet
“Enak.. banget bang… beda ..ama lonte-lonte.. yang biasa… aku garap” jawab Ajo sambil terengah-engah.
Aku menulikan telingaku, toh tidak ada yang bisa aku lakukan, jadi aku berusaha menikmatinya sebisaku.
Taksi itupun terus berjalan menembus lalu lintas ramai, tanpa seorangpun yang menyadari bahwa didalamnya ada seorang pemuda yang sedang melampiaskan nafsu,dan gadis yang menikmati perkosaan yang sedang menimpanya.
Sepanjang perjalanan, Ajo tak henti-hentinya membisiskan kata-kata kotor di kupingku.
“Eh..gimana..kontol gue..enak kan..enak”, atau “gile memek anak sekolahan emang top abis”  atau yang paling parah “udah berapa kontol yang udah nyicipin memek lu, banyak kan..lu emang doyan kontol kan..”dan masih banyak lagi yang semuanya bernada merendahkanku
15 menit kemudian taksi itu berhenti, Ajo masih menggenjotku dengan kuatnya tapi aku berusaha melongok keluar jendela mobil. Dan langsung terkejut.
Taksi itu telah parkir tepat di seberang rumahku!
Bukan hanya itu, aku melihat mamaku yang sedang mengambil surat di kotak surat dan kemudian mengobrol dengan ibu tetangga sebelah.
Sejenak aku berniat untuk berteriak minta tolong, tapi aku takut akan si codet, ia bisa saja melukaiku atau bahakan melukai mama. Jadi aku menutup mulut dan mataku, air mata menetes dari sudut mataku dan turun membasahi pipi.
Sungguh tragis bahwa mamaku masih mengobrol dengan santainya, sementara hanya 20 meter darinya, anak kesayangannya sedang diperkosa didalam mobil, tanpa daya.
Hingga akhirnya tubuh Ajo tersentak sentak,dan  kurasakan penisnya bergetar keras,  kurasakan liang vagina dan rahimku di sembur cairan hangat, sperma Ajo.
“Mantap..erggh” erangnya perlahan. Genjotannya pun berhenti, tapi penisnya masih menancap dalam vaginaku. Aku hanya bisa menahan isakanku
Beberapa detik kemudian, Ajo mencabut penisnya dan duduk tegak, ia segera memakai celananya, dan akupun segera merapikan seragam sekolahku yang berantakan, aku lalu mengeluarkan tisu dari tasku dan mengelap air mata dan juga vaginaku yang basah oleh berbagai macam cairan.
“Udah gak usah mewek, itu rumah lu kan, udah sana pulang. Tapi inget jangan bilang ama siapa-siapa apalagi polisi, gue tahu rumah lu kalo lu bilang-bilang, gue sembelih keluarga lu semuanya” ancam Codet.
Aku hanya mengangguk pelan, lalu membuka pintu dan berjalan gontai menuju rumahku. Mamaku tampaknya sudah masuk kedalam, jadi akupun langsung menuju pintu. Bunyi decit ban dan deru mesin menandakan taksi itu telah melaju entah kemana.
Aku segera menyelinap masuk melewati pintu dan naik tangga menuju kamarku, aku tak ingin mamaku bertanya-tanya akan kepulanganku atau pun soal keadaanku yang kusut masai. Aku segera memasuki kamar tidurku, mengunci pintu, dan menghambur ketempat tidur, tangisku langsung meledak teredam bantal yang kutekan pada wajahku, ingin mati saja rasanya.
*********************************
21 Maret 2010
Ya tuhan, kenapa petaka ini harus datang menimpaku, tidak cukupkan aku diperkosa habis-habisan?! Kenapa pula aku harus hamil oleh perbuatan mereka?!  Beban ini terlalu berat untuk kusandang, mana mungkin aku bisa hidup dengan menanggung aib seperti ini, bagaimana pula dengan nama baik keluargaku.
Kenapa Kau jatuhkan penderitaan seperti ini padaku, sementara pemerkosa ku dibiarkan bebas lepas tanpa hukuman.
Apa tidak ada keadilan di dunia ini?!
*********************************
23 Maret 2010
Tekadku sudah bulat, tidak mungkin aku bisa hidup terus seperti ini, lebih baik aku mengakhiri hidupku.
Sengaja kutinggalkan diary ini untuk memberi penjelasan bagi keluargaku.
Kepada keluargaku semuanya, maaf, tapi beban ini sudah tidak sanggup lagi kutahan.
Maafkan anakmu yang telah berdosa ini.
Selamat tinggal
*********************************
25 Maret 2010
Apa aku sudah mati? Tapi kenapa aku masih berada disini, di rumahku.
Kenapa orang tuaku menangis? Kenapa begitu banyak sanak saudaraku dirumahku? Ada apa ini?
Itu….tubuhku…dalam peti mati…jadi siapa aku..dimana?
*********************************
26 Maret 2010
Aku sudah mati.
Tapi arwahku masih belum tenang….. masih ada sesuatu yang harus kulakukan…
BALAS DENDAM !!!
Akan kubalaskan dendamku, pada si codet, si kurus, dan sopir taksi berengsek itu, juga pada Ajo si pemuda pemilik warung. Akan kubantai habis semuanya!
Tapi bukan cuma mereka…,aku akan membalaskan dendamku pada seluruh lelaki bejat yang berkeliaran bebas di muka bumi ini. Tidak akan ada yang bisa tenang selama mereka masih berbuat dosa. Akan kujatuhkan hukumanku pada mereka.
Pada siapapun yang telah membaca sepotong kisah hidupku ini, bagi mereka yang telah membaca diaryku.
Ingatlah kau sebelum berbuat sesuatu yang akan merusak hidup seseorang.
Bahwa aku ada di sekitarmu…bersiap untuk membalaskan dendam siapapun yang tersakiti
Tidak akan tenang hidup para bajingan pemerkosa dan perusak kehidupan lainnya..karena aku akan selalu ada…dua langkah dibelakangmu..menunggu…untuk membalaskan dendamku yang tak terpuaskan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.