Hari itu adalah hari Minggu sebulan setelah
peristiwaku di vila bersama Pak Imam dan Muklas (baca: Akibat Berenang Bugil),
selama ini aku belum ke sana lagi akibat kesibukan kuliahku. Hari Minggu itu
aku pergi ke sana untuk refreshing seperti biasa karena Seninnya tanggal merah
atau libur. Kali ini aku tidak sendiri tapi bersama 2 orang teman cewekku yaitu
Verna dan Indah, kami semua adalah teman akrab di kampus, sebenarnya geng kami
ini ada 4 orang, satu lagi si Ratna yang hari ini tidak bisa ikut karena ada
acara dengan keluarganya.
Kami sama-sama
terbuka tentang seks dan sama-sama penggemar seks, Verna dikaruniai tubuh
tinggi semampai dengan buah dada yang bulat montok yang membuat pikiran kotor
para cowok melayang-layang, beruntunglah mereka karena Verna tidak sulit diajak
‘naik ranjang’ karena dia sudah ketagihan seks sejak SMP. Sedangkan Indah
mempunyai wajah yang imut dengan rambut panjang yang indah, bodynya pun tidak
kalah dari Verna walaupun payudaranya lebih kecil, namun dibalik wajah imutnya
ternyata Indah termasuk cewek yang lihai memanfaatkan cowok, sudah berkali-kali
dia ganti pacar gara-gara sifat materenya. Sedangkan aku sendiri sepertinya
kalian sudah tahulah cewek seperti apa aku ini dari cerita-ceritaku dulu.
Baiklah, sekarang kita kembali ke kejadian hari itu
yang rencananya mau mengadakan orgy party setelah sekian lama otak kami
dijejali bahan-bahan kuliah dan urusan sehari-hari. Waktu itu Verna protes
karena aku tidak memperbolehkannya mengajak teman-teman cowok yang biasa
diajak, begitu juga Indah yang ikut mendukung Verna karena pacarnya juga tidak
boleh diajak.
“Emangnya lu ngundang siapa aja sih Ci, masa si
Chevy aja ga boleh ikutan?” kata Indah.
“Iya nih, emangnya kita mau pesta lesbian apa, wah
gua kan cewek normal nih” timpal Verna.
“Udahlah, lu orang tenang aja, cowok-cowoknya nanti
nyusul, pokoknya yang kali ini surprise deh! dijamin kalian puas sampe ga bisa
bangun lagi deh”.
Aku ingin sedikit membuat kejutan agar acara kali
ini lain dari yang lain, karena itulah aku merahasiakan siapa pejantannya yang
tidak lain adalah penjaga vilaku dan vila tetanggaku, Pak Imam dan Muklas.
Kemarinnya aku memang sudah mengabari Pak Imam lewat
telepon bahwa aku besok akan ke sana dengan teman-temanku yang pernah
kujanjikan pada mereka dulu. Pak Imam tentu antusias sekali dengan acara kali
ini, kami telah mengatur skenario acaranya agar seru. Beberapa jam kemudian
kami sampai di villaku, Pak Imam seperti biasa membukakan pintu garasi, bola
matanya melihat jelalatan pada kami terutama Verna yang hari itu pakaiannya
seksi berupa sebuah tank top merah berdada rendah dengan rok mini. Dia kusuruh
keluar dulu sampai aku memberi syarat padanya, dia menunggunya di villa
tetangga yang tidak lain vila yang dijaga si Muklas. Setelah membereskan barang
bawaan, kami menyantap makan siang, lalu ngobrol-ngobrol dan istirahat. Indah
yang daritadi kelihatan letih terlelap lebih dulu. Kami bangun sore hari
sekitar jam 4 sore.
“Eh.. sambil nunggu cowok-cowoknya mendingan kita
berenang dulu yuk” ajakku pada mereka.
Aku melepaskan semua bajuku tanpa tersisa dan
berjalan ke arah kolam dengan santainya.
“Wei.. gila lo Ci, masa mau berenang ga pake apa-apa
gitu, kalo keliatan orang gimana?” tegur Indah.
“Iya Ci, lagian kan kalo si tua Imam itu dateng
gimana tuh” sambung Verna.
“Yah kalian, katanya mo party, masa berenang bugil
aja ga berani, tenang aja Pak Imam udah gua suruh jangan ke sini sampai kita
pulang nanti” bujukku sambil menarik tangan Verna.
Di tepi kolam mereka masih agak ragu melepas
pakaiannya, alasannya takut kepergok tetangga, setelah kutantang Verna baru
mulai berani melepas satu demi satu yang melekat di tubuhnya, aku membantu
Indah yang masih agak malu mempreteli pakaiannya. Akhirnya kami bertiga nyebur ke
kolam tanpa memakai apapun.
Perlahan-lahan rasa risih mereka pun mulai
berkurang, kami tertawa-tawa, main siram-siraman air, dan balapan renang kesana
kemari dengan bebasnya. Mungkin seperti inilah kira-kira gambaran tempat
pemandian di istana haremnya para raja. Sesudah agak lama bermain di air aku
naik ke atas dan mengelap tubuhku yang basah, lalu membalut tubuhku dengan
kimono.
“Ci, sekalian ambilin kita minum yah” pinta Verna.
Akupun berjalan ke dalam dan meminum segelas air.
“Ok, it’s the showtime” gumamku dalam hati, inilah
saat yang tepat untuk menjalankan skenario ini. Aku segera menelepon vila
sebelah menyuruh Pak Imam dan Muklas segera kesini karena pesta akan segera
dimulai.
“Iya neng, kita segera ke sana” sahut Muklas sambil
menutup gagang telepon.
Hanya dalam hitungan menit mereka sudah nampak di
pekarangan depan vilaku. Aku yang sudah menunggu membukakan pintu untuk mereka.
“Wah udah ga sabaran nih, daritadi cuma ngintipin
neng sama temen-temen neng dari loteng” kata Pak Imam.
“Pokoknya yang rambutnya dikuncir itu buat saya dulu
yah neng” ujar Muklas merujuk pada Indah.
“Iya tenang, sabar, Pokoknya semua kebagian, ok”
kataku “yang penting sekarang surprise buat mereka dulu”.
Setelah beberapa saat berbicara kasak-kusuk,
akhirnya operasipun siap dilaksanakan. Pertama-tama dimulai dari Verna. Aku
berjalan ke arah kolam membawakan mereka dua gelas air, disana Indah sedang
tiduran di kursi santai tanpa busana, sementara Verna masih berendam di air.
“Ver, lu bisa ke kamar gua sebentar ga, gua mo minta
tolong dikit nih” pintaku padanya.
“Lu lap badan dulu gih, gua tunggu di sana”.
Aku masuk ke dalam terlebih dahulu dan duduk di
pingir ranjang menunggunya. Di balik pintu itu Pak Imam dan Muklas yang sudah
kusuruh bugil telah siap memangsa temanku itu, kemaluan mereka sudah mengeras
dan berdiri tegak seperti pedang yang terhunus. Tak lama kemudian Verna
memasuki kamarku sambil mengelap rambutnya yang masih basah.
“Kenapa Ci, ada perlu apa emang?” tanyanya.
“Ngga, cuma mau ngasih surprise dikit kok” jawabku
dengan menyeringai dan memberi aba-aba pada mereka.
Sebelum Verna sempat membalikkan badan, sepasang
lengan hitam sudah memeluknya dari belakang dan tangan yang satunya dengan
sigap membekap mulutnya agar tidak berteriak. Verna yang terkejut tentu saja meronta-ronta,
namun pemberontakan itu justru makin membakar nafsu kedua orang itu.
Pak Imam dengan gemas meremas payudara kirinya dan
memilin-milin putingnya. Si Muklas berhasil menangkap kedua pergelangan kakinya
yang menendang-nendang. Dibentangkannya kedua tungkai itu, lalu dia berjongkok
dengan wajah tepat di hadapan kemaluan Verna.
“Wah jembutnya lebat juga yah, kaya si neng”
komentar Muklas sambil menyentuhkan lidahnya ke liang vagina Verna,
diperlakukan seperti itu Verna cuma bisa merem melek dan mengeluarkan desahan
tertahan karena bekapan Pak Imam begitu kokoh.
“Hei, jangan rakus dong Tar, dia kan buat Pak Imam,
tuh jatahlu masih nunggu di luar sana” kataku padanya.
Mengingat kembali sasarannya semula, Muklas
menurunkan kembali kaki Verna dan bergegas menuju ke kolam.
“Jangan terlalu kasar yah ke dia, bisa-bisa pingsan
gara-gara lu” godaku.
Setelah Muklas keluar tinggallah kami bertiga di
kamarku. Pak Imam langsung menghempaskan dirinya bersama Verna ke ranjang
spring bed-ku. Tak berapa lama terdengarlah jeritan Indah dari kolam, aku
melihat dari jendela kamarku apa yang terjadi antara mereka. Indah terpelanting
dari kursi santai dan berusaha melepaskan diri dari Muklas. Dia berhasil
berdiri dan mendapat kesempatan menghindar, tapi kalah cepat dari Muklas,
tukang kebun itu berhasil mendekapnya dari belakang lalu mengangkat badannya.
“Jangan.. tolong!” jeritnya sambil meronta-ronta
dalam gendongan Muklas.
Muklas dengan santai membawa Indah ke tepi kolam,
lalu dilemparnya ke air, setelah itu dia ikutan nyebur. Dia air Indah terus
berontak saat Muklas menggerayangi tubuhnya dalam himpitannya. Sekuat apapun
Indah tentu saja bukan tandingan Muklas yang sudah kesurupan itu. Perlawanan
Indah mengendur setelah Muklas mendesaknya di sudut kolam, riak di kolam juga
mulai berkurang. Tidak terlalu jelas detilnya Muklas menggerayangi tubuh Indah,
tapi aku dapat melihat Muklas memeluk erat Indah sambil melumat bibirnya.
Kutinggalkan mereka menikmati saat-saat nikmatnya
untuk kembali lagi pada situasi di kamarku. Aku lalu menghampiri Pak Imam dan
Verna untuk bergabung dalam kenikmatan ini. Sama seperti Indah, Verna juga
menjerit-jerit, namun jeritannya juga pelan-pelan berubah menjadi erangan
nikmat akibat rangsangan-rangsangan yang dilakukan Pak Imam. Waktu aku menghampiri
mereka Pak Imam sedang menjilati paha mulus Verna sambil kedua tangannya
masing-masing bergerilya pada payudara dan kemaluan Verna.
“Aduh Ci.. tega-teganya lu nyerahin kita ke
orang-orang kaya gini.. ahh!” kata Verna ditengah desahannya.
“Tenang Ver, ini baru namanya surprise, sekali kali
coba produk kampung dong” kataku seraya melumat bibirnya.
Aku berpagutan dengan Verna beberapa menit lamanya.
Jilatan Pak Imam mulai merambat naik hingga dia melumat dan meremas payudara
Verna secara bergantian, sementara tangannya masih saja mengobok-obok
vaginanya. Desahan Verna tertahan karena sedang berciuman denganku, tubuhnya
menggeliat-geliat merasakan nikmat yang tiada tara.
“Hhhmmhh.. tetek Neng Verna ini gede juga ya, lebih
gede dari punya Neng” kata Pak Imam disela aktivitasnya.
Memang sih diantara kami bereempat, payudara Verna
termasuk yang paling montok. Menurut pengakuannya, cowok-cowok yang pernah ML
dengannya paling tergila-gila mengeyot benda itu atau mengocok penis mereka
diantara himpitannya. Pak Imam pun tidak terkecuali, dia dengan gemas mengemut
susunya, seluruh susu kanan Verna ditelan olehnya.
Puas menetek pada Verna, Pak Imam bersiap memasuki
vagina Verna dengan penisnya. Kulihat dalam posisinya diantara kedua belah paha
Verna dia memegang penisnya untuk diarahkan ke liang itu.
“Ouch.. sakit Ver, duh kasar banget sih babu lu”
Verna meringis dan mencengkram lenganku waktu penis super Pak Imam
mendorong-dorongkan penisnya dengan bernafsu.
“Tahan Ver, ntar juga lu keenakan kok, pokoknya enjoy
aja” kataku sambil meremasi kedua payudaranya yang sudah basah dan merah akibat
disedot Pak Imam.
Pak Imam menyodokkan penisnya dengan keras sehingga
Verna pun tidak bisa menahan jeritannya, Verna kelihatan mau menangis nampak
dari matanya yang sedikit berair.Pak Imam mulai menggarap Verna dengan
genjotannya. Aku merasakan tangan Verna menyelinap ke bawah kimonoku menuju
selangkangan, eennghh..aku mendesah merasakan jari-jari Verna menggerayangi
kemaluanku.
Aku lalu naik ke wajah Verna berhadapan dengan Pak
Imam yang sedang menggenjotnya. Verna langsung menjilati kemaluanku dan Pak
Imam menarik tali pinggang kimonoku sehingga tubuhku tersingkap. Dengan terus
menyodoki Verna, dia meraih payudaraku yang kiri, mula-mula dibelainya dengan
lembut tapi lama-lama tangannya semakin keras mencengkramnya sampai aku
meringis menahan sakit. Dia juga menyorongkan kepalanya berusaha mencaplok
payudara yang satunya. Aku yang mengerti apa maunya segera mencondongkan
badanku ke depan sehingga dadaku pun makin membusung indah. Ternyata dia tidak
langsung mencaplok payudaraku, tetapi hanya menjulurkan lidahnya untuk
menjilati putingku menyebabkan benda itu makin mengeras saja. Aku merasakan
sensasi yang luar biasa, geli bercampur nikmat. Sapuan-sapuan lidah Verna pada
vaginaku membuat daerah itu semakin becek, bukan cuma itu saja Verna juga
mengorek-ngoreknya dengan jarinya.
Aku mendesah tak karuan merasakan jilatan dan
sedotan pada klistoris dan putingku. Ciuman Pak Imam merambat naik dari dadaku
hingga hinggap di bibirku, kami berciuman dengan penuh nafsu. Tidak kuhiraukan
nafasnya yang bau rokok, lidah kami beradu dengan liar sampai ludah kami
bercampur baur.
“Aahh.. oohh.. gua dah mau.. Pak!” erang Verna
bersamaan dengan tubuhnya yang mengejang dan membusur ke atas.
Melihat reaksi Verna, Pak Imam semakin memperdahsyat
sodokannya dan semakin ganas meremas dadanya. Aku sendiri tidak merasa akan
segera menyusul Verna, dibawah sana seperti mau meledak rasanya. Dalam waktu
yang hampir bersamaan aku dan Verna mencapai klimaks, tubuh kami mengejang
hebat dan cairan kewanitaanku tumpah ke wajah Verna. Erangan kami memenuhi
kamar ini membuat Pak Imam semakin liar.
Setelah aku ambruk ke samping, Pak Imam menindih
Verna dan mulai menciuminya, dijilatinya cairan cintaku yang blepotan di
sekitar mulut Verna, tangannya tak henti-hentinya menggerayangi payudara montok
itu, seolah-oleh tak ingin lepas darinya.
“Hhmmpphh.. sluurrpp.. cup.. cup..” demikian
bunyinya saat mereka bercipokan, lidah mereka saling membelit dan bermain di
rongga mulut masing-masing. Pak Imam cukup pengertian akan kondisi Verna yang
mulai kepayahan, jadi setelah puas berciuman dia membiarkannya memulihkan
tenaga dulu. Dan kini disambarnya tubuhku, padahal gairahku baru naik
setengahnya setelah orgasme barusan. Tubuhku yang dalam posisi tengkurap
diangkatnya pada bagian pinggul sehingga menungging. Dia membuka lebar bibir
vaginaku dan menyentuhkan kepala penisnya disitu. Benda itu pelan-pelan
mendesak masuk ke vaginaku. Aku mendesah sambil meremas-remas sprei menghayati
proses pencoblosan itu.
Permainan Pak Imam sungguh membuatku terhanyut, dia
memulainya dengan genjotan-genjotan pelan, tapi lama-kelamaan sodokannya terasa
makin keras dan kasar sampai tubuhku berguncang dengan hebatnya. Aku meraih
tangannya untuk meremasi payudaraku yang berayun-ayun. Tiba-tiba suara desahan
Verna terdengar lagi menjari sahut menyahut dengan desahanku. Gila, penjaga
vilaku ini mengerjai kami berdua dalam waktu bersamaan, bedanya aku dikocok
dengan penis sedangkan Verna dikocok dengan jari-jarinya. Verna membuka pahanya
lebih lebar lagi agar jari-jari Pak Imam bermain lebih leluasa.
“Aduhh.. aahh.. gila Ver.. enak banget!” ceracauku
sambil merem-melek.
“Oohh.. terus Pak.. kocok terus” Verna terus
mendesah dan meremas-remas dadanya sendiri, wajahnya sudah memerah saking
terangsangnya.
“Yak.. dikit lagi.. aahh.. Pak.. udah mau” aku
mempercepat iramaku karena merasa sudah hampir klimaks.
“Neng Citra.. Neng Verna.. bapak juga.. mau keluar..
eerrhh” geramnya dengan mempercepat gerakkannya.
Penis itu terasa menyodok semakin dalam bahkan
sepertinya menyentuh dasar rahimku. Sebuah rintihan panjang menandai orgasmeku,
tubuhku berkelejotan seperti kesetrum. Kemudian dia lepaskan penisnya dari
vaginaku dan berdiri di ranjang. Disuruhnya Verna berlutut dan mengoral
penisnya yang berlumuran cairan cintaku. Verna berlutut mengemut penis basah
itu sambil tangan kanannya mengocok vaginanya sendiri yang tanggung belum
tuntas. Aku bangkit perlahan dan ikut bergabung dengan Verna menikmati penis
Pak Imam. Verna mengemut batangnya, aku mengemut buah zakarnya, kami saling
berbagi menikmati ’sosis’ itu.
Di tengah kulumannya mendadak Verna merintih
tertahan, tubuhnya seperti menggigil, dan kulihat ke bawah ternyata dari
vaginanya mengucur cairan bening hasil masturbasinya sendiri. Disusul beberapa
detik kemudian, Pak Imam mencabut penisnya dari mulutku lalu mengerang panjang.
Cairan kental berbau khas memancar dengan derasnya membasahi wajah kami. Kami
berebutan menelan cairan itu, penis itu kupompa dalam genggamanku agar semuanya
keluar, nampak pemiliknya mendesah-desah dan kelabakan
“Sabar, sabar dong neng, bisa putus kontol bapak
kalo rebutan gini” katanya terbata-bata.
Setelah tidak ada yang keluar lagi Verna menjilati
sisanya di wajahku, demikian pula sebaliknya. Mereka berdua akhirnya ambruk
kecapaian, wajah Pak Imam jatuh tepat di dada Verna.
Saat mereka ambruk, sebaliknya gairahku mulai timbul
lagi. Maka kutinggalkan mereka untuk melihat keadaan Indah dan Muklas. Aku tiba
di kolam melihat Muklas sedang menggarap tubuh mungil Indah. Di daerah dangkal
Indah dalam posisi berpegangan pada tangga kolam, Muklas dari bawahnya juga
dalam posisi berdiri sedang asyik menggenjot penisnya pada vagina Indah. Kedua
payudara Indah bergoyang naik turun seirama goyang tubuhnya. Pasti adegan ini
membuat para cowok di kampusku sirik pada Muklas yang buruk rupa tapi bisa
ngentot dengan gadis seimut itu.
“Belum selesai juga lu orang, udah berapa ronde
nih?” sapaku.
“Edan Ci.. gua sampe klimaks tiga kali.. aahh!”
desah Indah tak karuan.
“Neng.. temennya enak banget, udah cantik, memeknya
seret lagi” komentar Muklas sambil terus menggenjot.
Indah tak kuasa menahan rintihannya setiap Muklas
menusukkan penisnya, tubuhnya bergetar hebat akibat tarikan dan dorongan penis
penjaga vila itu pada kemaluannya. Kepala Muklas menyelinap lewat ketiak
sebelah kirinya lalu mulutnya mencaplok buah dadanya. Pinggul Indah naik turun
berkali kali mengikuti gerakan Muklas. Jeritannya makin menjadi-jadi hingga
akhirnya satu lenguhan panjang membuatnya terlarut dalam orgasme, beberapa saat
tubuhnya menegang sebelum akhirnya terkulai lemas di tangga kolam. Setelah
menaklukkan Indah, Muklas memanggilku yang mengelus-ngelus kemaluanku sendiri
menonton adegan mereka.
“Sini neng, mendingan dipuasin pake kontol saya aja
daripada ngocok sendiri” .
Akupun turun ke air yang merendam sebatas lutut
kami, disambutnya aku dengan pelukannya, tangannya mengelusi punggungku terus
turun hingga meremas bongkahan pantatku. Sementara tanganku juga turun meraih
kemaluannya.
“Gila nih kontol, masih keras juga..udah keluar
berapa kali tadi?” tanyaku waktu menggenggam batangnya yang masih ‘lapar’ itu.
“Baru sekali tadi.. abis saya masih nungguin neng
sih” godanya saambil nyengir.
Kemudian diangkatnya badanku dengan posisi kakiku
dipinggangnya, aku melingkarkan tangan pada lehernya agar tidak jatuh.
Diletakkannya aku pada lantai di tepi kolam, disebelah Indah yang terkapar, dia
merapatkan badannya diantara kedua kakiku yang tergantung.
Dia mulai menciumiku dari telinga, lidah itu
menelusuri belakang telingaku juga bermain-main di lubangnya. Dengusan nafas
dan lidahnya membuatku merasa geli dan menggeliat-geliat. Mulutnya berpindah
melumat bibirku dengan ganas, lidahnya menyapu langit-langit mulutku, kurespon
dengan mengulum lidahnya. Tanganku meraba-raba kebawah mencari kemaluannya
karena birahiku telah demikian tingginya, tak sabar lagi untuk dientot. Ketika
kuraih benda itu kutuntun memasuki kemaluanku, tangan kanan Muklas ikut
menuntun senjatanya menembaki sasaran. Saat kepala penisnya menyentuh bibir
kemaluanku, dia menekannya ke dalam, mulutku menggumam tertahan karena sedang
berciuman dengannya. Ciuman kami baru terlepas disertai jeritan kecil ketika
Muklas mengehentakkan pinggulnya hingga penisnya tertanam semua dalam vaginaku.
Pinggulnya bergerak cepat diantara kedua pahaku sementara mulutnya mencupangi
pundak dan leher jenjangku. Aku hanya bisa menengadahkan kepala menatap langit
dan mendesah sejadi-jadinya.
Kalau dibandingkan dengan Pak Imam, memang sodokan
Muklas lebih mantap selain karena usianya masih 30-an, badannya juga lebih
berisi daripada Pak Imam yang tinggi kurus seperti Datuk Maringgih itu. Di
tengah badai kenikmatan itu sekonyong-konyong aku melihat sesuatu yang
bergerak-gerak di jendela kamarku. Kufokuskan pandanganku dan astaga.. ternyata
si Verna, dia sedang disetubuhi dari belakang dengan posisi menghadap jendela,
tubuhnya terlonjak-lonjak dan terdorong ke depan sampai payudaranya menempel
pada kaca jendela, mulutnya tampak mengap-mengap atau terkadang meringis,
sungguh suatu pemandangan yang erotis. Adegan itu ditambah serangan Muklas yang
makin gencar membuatku makin tak terkontrol, pelukanku semakin erat sehingga
dadaku tertekan di dadanya, kedua kakiku menggelepar-gelepar menepuk permukaan
air. Aku merasa detik-detik orgasme sudah dekat, maka kuberitahu dia tentang
hal ini. Muklas memintaku bertahan sebentar lagi karena dia juga sudah mau
keluar.
Susah payah aku bertahan agar bisa klimaks bersama,
setelah kurasakan ada cairan hangat menyemprot di rahimku, akupun melepas
sesuatu yang daritadi ditahan-tahan. Perasaan itu mengalir dengan deras di
sekujur tubuhku, otot-ototku mengejang, tak terasa kukuku menggores
punggungnya. Beberapa detik kemudian badanku terkulai lemas seolah mati rasa,
begitu juga Muklas yang jatuh bersandar di pinggir kolam. Aku berbaring di
pinggir kolam di atas lantai marmer, kedua payudaraku nampak bergerak naik
turun seiring desah nafasku. Kugerakkan mataku, di jendela Verna dan Pak Imam
sudah tak nampak lagi, di sisi lain Indah yang sudah pulih merendam dirinya di
air dangkal untuk membasuh tubuhnya.
Kami beristirahat sebentar, bahkan beberapa diantara
kami tertidur. Pesta dimulai lagi sekitar pukul 8 malam setelah makan. Kami
mengadakan permainan gila, ceritanya kami bertiga bermain poker dengan taruhan
yang kalah paling awal harus rela dikeroyok kedua penjaga villa itu dan
diabadikan dalam video klip dengan HP Nokia model terbaru milik Verna, filenya
akan disimpan dalam komputer Verna untuk koleksi dan tidak akan boleh dicopy atau
dilihat orang lain selain geng kami, mengingat kasus bokep Itenas. Kami duduk
melingkar di ranjang, Pak Imam dan Muklas kusuruh menjauh dan kularang
menyentuh siapapun sebelum ada yang kalah, mereka menunggu hanya dengan memakai
kolor, sambil sebentar-sebentar mengocok anunya sendiri Aku mulai membagikan
kartu dan permainan dimulai. Suasana tegang menyelimuti kami bertiga, setelah
akhirnya Indah melempar kartunya yang buruk sambil menepuk jidatnya, dia kalah.
Kedua orang yang sudah tak sabar menunggu itu segera maju mengeksekusi Indah.
Indah sempat berontak, tapi berhasil dilumpuhkan
mereka dengan dipegangi erat-erat dan digerayangi bagian-bagian sensitifnya.
Muklas menyusupkan tangannya ke kimono Indah meraih payudaranya yang tak
memakai apa-apa di baliknya. Pak Imam menyerang dari bawah dengan merentangkan
lebar-lebar kedua paha Indah dan langsung membenamkan kepalanya pada
kemaluannya yang terawat dan berbulu lebat itu. Perlakuan ini membuat rontaan
Indah terhenti, kini dia malah mengelus-elus penis Muklas yang menegang sambil
memejamkan mata menikmati vaginanya dijilati Pak Imam dan dadanya diremas
Mulkas. Aku melihat lidah Pak Imam menjalar jari belahan bawah hingga puncak
kemaluan Indah, lalu disentil-sentilkan pada klistorisnya. Indah tidak tahan lagi,
dia merundukkan badan untuk memasukkan penis Muklas ke mulutnya, benda itu
dikulumnya dengan rakus seperti sedang makan es krim. Event menarik itu tidak
dilewatkan Verna dengan kamera-HP nya.
Indah terengah-engah melayani penis super Muklas,
sepertinya dia sudah tidak peduli keadaan sekitarnya, rasa malunya hilang
digantikan dengan hasrat yang besar untuk menyelesaikan gairahnya. Dia
mempertunjukkan suatu live show yang panas seperti aktris bokep dan Verna
sebagai juru kameranya. Pak Imam yang baru saja melepaskan kolornya
menggesek-gesekkan benda itu pada bibir kemaluan Indah, sebagai pemanasan
sebelum memasukinya. Kemulusan tubuh Indah terpampang begitu Muklas menarik
lepas tali pinggang pada kimononya, sesosok tubuh yang putih mulus serta
terawat baik diantara dua tubuh hitam dan kasar, sungguh perpaduan yang kontras
tapi menggairahkan. Pak Imam mempergencar rangsangannya dengan menciumi batang
kakinya mulai dari betis, tumit, hingga jari-jari kakinya. Indah yang sudah
kesurupan ’setan seks’ itu jadi makin gila dengan perlakuan seperti itu
“Ahh.. awww.. Pak enak banget.. masukin aja
sekarang!” rintihnya manja sambil meraih penis Pak Imam yang masih bergesekan
dengan bibir vaginanya.
Pak Imam pun mendorong penis itu membelah kedua
belahan kemaluan Indah diiringi desahan nikmat yang memenuhi kamar ini sampai
aku dibuat merinding mendengarnya. Aku mengeluarkan payudara kiriku dari balik
kimono dan meremasnya dengan tanganku, tangan yang satu lagi turun
menggesek-gesekkan jariku ke kemaluanku, Verna yang juga sudah horny sesekali
mengelus kemaluannya sendiri. Indah nampak sangat liar, kemaluannya digenjot
dari depan, dan Muklas yang menopang tubuhnya dari belakang meremasi kedua
payudaranya serta memencet-mencet putingnya. Rambutnya yang sudah terurai itu disibakkan
Muklas, lalu melumat leher dan pundaknya dengan jilatan dan gigitan ringan. Hal
ini menyebabkan Indah tambah menggelinjang dan mempercepat kocokannya pada
penis Muklas.
Serangan Pak Imam pada vagina Indah semakin cepat
sehingga tubuhnya menggelinjang hebat.
“Aaakhh..aahh!” jerit Indah dengan melengkungkan
tubuhnya ke atas.
Indah telah mencapai orgasme hampir bersamaan dengan
Pak Imam yang menyemprotkan spermanya di dalam rahimnya. Adegan ini juga
direkam oleh Verna, difokuskan terutama pada wajah Indah yang sedang orgasme.
Tanpa memberi istirahat, Muklas menaikkan Indah ke pangkuannya dengan posisi
membelakangi. Kembali vagina Indah dikocok oleh penis Muklas. Walaupun masih
lemas dia mulai menggoyangkan pantatnya mengikuti kocokan Muklas. Muklas yang
merasa keenakan hanya bisa mengerang sambil meremas pantat Indah menikmati
pijatan kemaluannya. Pak Imam mengistirahatkan penisnya sambil menyusu dari
kedua payudara Indah secara bergantian. Aku semakin dalam mencucukkan jariku ke
dalam vaginaku saking terangsangnya, sampai-sampai cairanku mulai meleleh
membasahi selangkangan dan jari-jariku.
Bosan dengan gaya berpangkuan, Muklas berbaring
telentang dan membiarkan Indah bergoyang di atas penisnya. Kemudian dia
menyuruh Verna naik ke atas wajahnya agar bisa menikmati kemaluannya. Verna
yang daritadi sudah terangsang itu segera melakukan apa yang disuruh tanpa
ragu-ragu. Seluruh wajah Muklas tertutup oleh daster transparan Verna, namun
aku masih dapat melihat dia dengan rakusnya melahap kemaluannya sambil menyusupkan
tangannya dari bawah daster menuju payudaranya. Pak Imam yang anunya sudah
mulai bangkit lagi menerkamku, kami berguling-guling sambil berciuman penuh
nafsu. Dengan tetap berciuman Pak Imam memasukkan penisnya ke vaginaku, cairan
yang melumuri selangkanganku melancarkan penetrasinya. Dengan kecepatan tinggi
penisnya keluar masuk dalam vaginaku hingga aku histeris setiap benda itu
menghujam keras ke dalam. Aku cuma bisa pasrah di bawah tindihannya membiarkan
tangannya menggerayangi payudaraku, mulutnya pun terus menjilati leherku. Aku
masih memakai kimonoku, hanya saja sudah tersingkap kesana kemari.
Aku melihat Muklas masih berasyik-masyuk dengan
kedua temanku, hanya kali ini Verna sudah bertukar posisi dengan Indah.
Sekarang mereka saling berhadapan, Verna bergoyang naik turun diatas penis
Muklas sambil berciuman dengan Indah yang mekangkangi wajah Muklas. Indah
membuka kakinya lebar-lebar sehingga cairannya semakin mengalir, cairan itu
diseruput dengan rakus oleh si Muklas sampai terdengar suara sluurrpp..
sshhrrpp..Ketika aku sedang menikmati orgasmeku yang hebat, dia tekan
sepenuhnya penis itu ke dalam dan ini membawa efek yang luar biasa padaku dalam
menghayati setiap detik klimaks tersebut, tubuhku menggelinjang dan berteriak
tak tentu arah sampai akhirnya melemas kembali. Pesta gila-gilaan ini berakhir
sekitar jam 11 malam. Aku sudah setengah sadar ketika Pak Imam menumpahkan
maninya di wajahku, tulang-tulangku serasa berantakan. Indah sudah terkapar
lebih dulu dengan tubuh bersimbah peluh dan ceceran sperma di dadanya, dari
pangkal pahanya yang terbuka nampak cairan kewanitaan bercampur sperma yang
mengalir bak mata air.
Sebelum tak sadarkan diri aku masih sempat melihat
Muklas menyodomi Verna yang masih dalam gaun transparan yang sudah berantakan,
tubuh keduanya sudah mandi keringat. Karena letih dan ngantuk aku pun segera
tertidur tanpa kupedulikan jeritan histeris Verna maupun tubuhku yang sudah
lengket oleh sperma. Besok paginya aku terbangun ketika jam sudah menunjukkan
pukul setengah sepuluh pagi dan aku hanya mendapati Indah yang masih terlelap
di sebelah kiriku. Kuguncang tubuh Indah untuk membangunkannya.
“Gimana Dah.. puas semalem?” tanyaku .
“Gila gua dientotin sampe kelenger, barbar banget
tuh dua orang, eh.. omong-omong pada kemana yang lain si Verna juga ga ada?”
“Ga tau juga tuh gua juga baru bangun kok, duh
lengket banget mandi dulu yuk.. udah lengket gini” ajakku karena merasa tidak
nyaman dengan sperma kering terutama di wajahku, rasanya seperti ada sarang
laba-laba menempel di sana.
Baru saja keluar dari kamar, sayup-sayup sudah
terdengar suara desahan, kuikuti asal suara itu yang ternyata dari kamar mandi.
Kami berdua segera menuju ke kamar mandi yang pintunya setengah terbuka itu,
kami tengok ke dalam dan melihat Verna dan kedua penjaga villa itu. Darahku
berdesir melihat pemandangan erotis di depan kami, dimana Verna sedang dikerjai
oleh mereka di lantai kamar mandi. Muklas sedang enak-enaknya mengocok
senjatanya diantara kedua gunung bulat itu, sedangkan Pak Imam berlutut diantara
paha jenjang itu sedang menyetubuhinya, air dan sabun membuat tubuh mereka
basah berkilauan. Kedatangan kami sepertinya tidak terlalu membuat mereka
terkejut, mereka malah menyapa kami sambil terus ‘bekerja’. Aku dengan tidak
terlepas dari live show itu berjalan ke arah shower dan membuka kimonoku
diikuti Indah dari belakang. Air hangat mengucur membasuh dan menyegarkan tubuh
kami, kuambil sabun cair dan menggosokkannya ke sekujur tubuh Indah. Demikian
juga Indah dia melakukan hal yang sama padaku, kami saling menyabuni satu sama
lain.
Kami saling mengelus bagian tubuh masing-masing,
suatu ketika ketika tanganku sampai ke bawah, iseng-iseng kubelai bibir
kemaluannya sekaligus mempermainkan klistorisnya.
“Uuhh.. Ci!” dia menjerit kecil dan mempererat pelukannya
padaku sehingga buah dada kami saling berhimpit.
Tangan Indah yang lembut juga mengelusi punggungku
lalu mulai turun ke bawah meremas bongkahan pantatku. Darahku pun mengalir
makin cepat ditambah lagi adegan panas Verna dengan kedua pria itu membuatku
makin naik. Indah mendekatkan wajahnya padaku dan mencium bibirku yang terbuka
karena sedang mendesah, selama beberapa menit bibir kami berpagutan. Kemudian
aku memutar badanku membelakangi Indah supaya bisa lebih nyaman menonton Verna.
Aku melihat wajah horny Verna yang cantik, dia
meringis dan mengerang menikmati tusukan Pak Imam pada vaginanya, sementara
Muklas hampir mencapai orgasmenya, dia semakin cepat menggesek-gesekkan
penisnya diantara gunung kembar itu, tangannya pun semakin keras mencengkram
daging kenyal itu sehingga pemiliknya merintih kesakitan. Akhirnya
menyemprotlah spermanya membasahi dada, leher dan mulut Verna. Mataku tidak
berkedip menyaksikan semua itu sambil menikmati belaian Indah pada daerah
sensitifku. Dengan tangan kanannya dia memainkan payudaraku, putingnya dipencet
dan dipilin hingga makin menegang, tangan kirinya meraba-raba selangkanganku.
Perbuatan Indah yang mengobok-obok vaginaku dengan jarinya itu hampir membuatku
orgasme, sungguh sulit dilukiskan dengan kata-kata betapa nikmatnya saat itu.
Aku masih menikmati jari-jari Indah bermain di
vaginaku ketika Muklas yang baru menyelesaikan hajatnya dengan Verna berjalan
ke arahku, penisnya agak menyusut karena baru orgasme. Jantungku berdetak lebih
kencang menunggu apa yang akan terjadi. Tangannya mendarat di payudara kiriku
dan meremasnya dengan lembut sambil sesekali memelintirnya. Lalu dia membungkuk
dan mengarahkan kepalanya ke payudara kananku yang langsung dikenyotnya. Aku
memejamkan mata menghayati suasana itu dan mengeluarkan desahan menggoda. Lalu
aku merasakan kaki kananku diangkat dan sesuatu mendesak masuk ke vaginaku.
Sejenak kubuka mataku untuk melihat, dan ternyata yang bertengger di vaginaku
bukan lagi tangan Indah tapi penis Muklas yang sudah bangkit lagi. Kembali aku
disetubuhi dalam posisi berdiri sambil digerayangi Indah dari belakang. Tubuhku
seolah terbang tinggi, wajahku menengadah dengan mata merem-melek merasakan
nikmat yang tak terkira.
Hampir satu jam lamanya kami melakukan orgy di kamar
mandi. Akhirnya setelah mandi bersih-bersih kami bertiga mencari udara segar
dengan berjalan-jalan di kompleks sekalian makan siang di sebuah restoran di
daerah itu. Setelah makan kami kembali ke vila dan mengepak barang untuk
kembali ke Jakarta. Indah dan Verna keluar dari kamar terlebih dulu
meninggalkanku yang masih membereskan bawaanku yang lebih banyak. Cukup lama
juga aku dikamar gara-gara sibuk mencari alat charge HP-ku yang ternyata
kutaruh di lemari meja rias. Waktu aku menuju ke garasi terdengar suara desahan
dan ya ampun.. ternyata mereka sedang bermain ’short time’ sambil menungguku.
Indah yang celana panjang dan dalamnya sudah
dipeloroti sedang menungging dengan bersandar pada moncong mobil, Pak Imam
menyodokinya dari belakang sambil memegangi payudaranya yang tidak terbuka.
Sementara di pintu mobil, Verna berdiri bersandar dengan baju dan rok
tersingkap, paha kirinya bertumpu pada bahu Muklas yang berjongkok di bawahnya.
Celana dalamnya tidak dibuka, Muklas menjilati kemaluannya hanya dengan
menggeser pinggiran celana dalamnya, tangannya turut bekerja meremasi payudara
dan pantatnya.
“Weleh.. weleh.. masih sempat-sempatnya lu orang,
asal jangan kelamaan aja, ntar kejebak macet kita” kataku sambil geleng-geleng
kepala.
“Tenang neng ga usah buru-buru, masih pagi kok, ini
cuma sebentar aja kok” tanggap Pak Imam dengan terengah-engah.
Akhirnya setelah 15 menitan Pak Imam melepas
penisnya dan memanggilku untuk bergabung dengan Indah menjilatinya. Aku tadinya
menolak karena tak ingin make upku luntur, tapi karena didesak terus akhirnya
aku berjongkok di sebelah Indah.
“Tapi kalo keluar lu yang isep ya Dah, ntar muka gua
luntur” kataku padanya yang hanya dijawab dengan anggukan kepala sambil
mengulum benda itu.
Sesuai perjanjian tidak lama kemudian Pak Imam menggeram
dan cepat-cepat kuberikan penis itu pada Indah yang segera memasukkan ke
mulutnya. Pria itu mendesah panjang sambil menekan penisnya ke mulut Indah,
Indah sendiri sedang menyedot sperma dari batang itu, sepertinya yang keluar
tidak banyak lagi soalnya Indah tidak terlalu lama mengisapnya.
“Yuk cabut, udah ga haus lagi kan Dah?” ujar Verna
yang sudah merapikan kembali pakaiannya.
Kami naik ke mobil dan kembali ke kota kami dengan
kenangan tak terlupakan. Dalam perjalanan kami saling berbagi cerita dan
kesan-kesan dari pengalaman kemarin dan membicarakan rencana untuk mengerjai si
Ratna yang hari ini absen.
E N D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.