Hari itu langit sudah menguning saat aku dan Verna
tiba di rumahnya seusai main tenis bersama. Berhubung jalan ke rumahku masih
macet karena jam bubar, maka Verna mengajakku untuk singgah di rumahnya dulu
daripada terjebak macet. Di pekarangan rumah Verna yang cukup luas itu nampak
beberapa kuli bangunan sedang sibuk bekerja, kata Verna disana akan dibangun
kolam ikan lengkap dengan paviliunnya. Perhatian mereka tersita sejenak oleh
dua gadis yang baru turun dari mobil, yang terbalut pakaian tenis dan
memperlihatkan sepasang paha mereka yang mulus dan ramping. Verna dengan ramah
melemparkan senyum pada mereka, aku juga nyengir membalas tatapan nakal mereka.
Mama Verna mempersilakanku masuk dan menyuguhi kue-kue kecil plus minumannya.
Aku langsung menghempaskan pantatku ke sofa dan menyandarkan raketku di
sampingnya, minuman yang disuguhkan pun langsung kusambar karena letih dan
haus.
Setengah jam pertama kami lewati dengan ngerumpi
tentang masalah kuliah, cowok, dan seks sambil menikmati snack dan menonton TV.
Lalu Mama Verna keluar dari kamarnya dengan dandanan rapi menandakan dia akan
keluar rumah.
“Ver, Mama titip bayarannya tukang-tukang itu ke
kamu ya, Mama sekarang mau ke arisan,” katanya seraya menyerahkan amplop pada
Verna.
“Yah Mama jangan lama-lama, ntar kalau Citra pulang,
Verna sendirian dong, kan takut,” ujarnya dengan manja (waktu itu papanya
sedang di luar kota, adik laki-lakinya, Very sudah 2 tahun kuliah di US dan
pembantunya, Mbok Par masih mudik).
Akhirnya kami ditinggal berdua di rumah Verna yang
besar itu. Aku sih sebenarnya sudah mau pulang dan mandi sehabis bermain tenis,
tapi Verna masih menahanku untuk menemaninya. Sebagai sobat dekat terpaksa deh
aku menurutinya, lagian aku kan tidak bawa mobil. Di halaman depan tampak para
tukang itu sudah beres-beres, ada pula yang sudah membersihkan badan di kamar
mandi belakang.
Melihat mereka sudah bersih-bersih, akupun jadi
kepingin menyegarkan badanku yang sudah tidak nyaman ini. Akupun mengajak Verna
mandi bareng, tapi dia menyuruhku mandi saja duluan di kamar mandi di kamarnya,
nanti dia akan menyusul sesudah para tukang selesai dan membayar uang titipan
Mamanya pada mereka, sekalian menghabiskan rokoknya yang tinggal setengah.
Akupun meninggalkannya dia yang sedang menonton TV di ruang tengah menuju ke
kamarnya. Di kamar mandi aku langsung menanggalkan pakaianku lalu kuputar kran
shower yang langsung mengucurkan airnya mengguyur tubuh bugilku. Air hangat
memberiku kesegaran kembali setelah seharian berkeringat karena olahraga, rasa
nyaman itu kuekspresikan dengan bersenandung kecil sambil menggosokkan sabun ke
sekujur tubuhku. 15 menit kemudian aku sudah selesai mandi, kukeringkan tubuhku
lalu kulilitkan handuk di tubuhku. Aku sudah beres, tapi anehnya Verna kok
belum muncul juga, bahkan pintu kamarpun tidak terdengar dibuka, padahal dia
bilang sebentar saja.
Aku ingin meminjam bajunya, karena bajuku sudah
kotor dan bau keringat, maka aku harus bilang dulu padanya.
“Ver..Ver, sudah belum, saya mau pinjam baju kamu
nih!!,” teriakku dari kamar.
Tidak terdengar jawaban dari seruanku itu, ada apa
ya pikirku, apakah dia sedang di luar meninjau para tukang jadi suaraku tidak
terdengar? Waktu aku lagi bingung sendirian begitu terdengarlah pintu diketuk.
“Nah, ini dia baru datang,” kataku dalam hati.
Akupun menuju ke pintu dan membukanya sambil berkata
“Huuh.. lama banget sih Ver, lagian ngapain pake
ngetok..!!,” rasa kaget memotong kata-kataku begitu melihat beberapa orang pria
sudah berdiri diambang pintu. Dua diantaranya langsung menangkap lenganku dan
yang sebelah kanan membekap mulutku dengan tangannya yang besar.
Belum hilang rasa kagetku mereka dengan sigap
menyeretku kembali ke dalam kamar. Aku mulai dapat mengenali wajah-wajah
mereka, ternyata mereka adalah para kuli bangunan di bawah tadi, semuanya ada 4
orang.
“Apa-apaan ini, lepasin saya.. tolong..!!,” teriakku
dengan meronta-ronta.
Tapi salah seorang dari mereka yang lengannya
bertato dengan tenangnya berkata, “Teriak aja sepuasnya neng, di rumah ini
sudah nggak bakal ada yang denger kok.”
Mendengar itu dalam pikiranku langsung terbesit
‘Verna’, ya mana dia, jangan-jangan terjadi hal yang tidak diinginkan padanya
sehingga aku pun makin meronta dan menjerit memanggil namanya. Tak lama
kemudian masuklah Verna, tangannya memegang sebuah handycam Sony model terbaru.
Sejenak aku merasa lega karena dia baik-baik saja, tapi perasaanku lalu menjadi
aneh melihat Verna menyeringai seram.
“Ver.. apa-apaan nih, mau ngapain sih kamu?,”
tanyaku padanya.
Tanpa mempedulikan pertanyaanku, dia berkata pada
para kuli bangunan itu,
“Nah, bapak-bapak kenalin ini temen saya Citra
namanya, dia seneng banget dientot, apalagi kalau dikeroyok, jadi silakan
dinikmati tanpa malu-malu, gratis kok!,”
Dia juga memperkenalkan para kuli itu padaku
satu-persatu. Yang lengannya bertato adalah mandornya bernama Imron, usianya
sekitar 40-an, dia dipanggil bos oleh teman-temannya. Di sebelah kiriku yang
berambut gondrong sebahu dan kurus tinggi bernama Kirno, usianya sekitar 30-an.
Yang berbadan paling besar diantara mereka sedang memegangi lengan kananku
bernama Tarman, sebaya dengan Imron, sedangkan yang paling muda kira-kira 25-an
bernama Dodo, wajahnya paling jelek diantara mereka dengan bibir agak monyong
dan mata besar. Keempatnya berbicara dengan logat daerah Madura.
“Gila kamu Ver.. lepasin saya ah, edan ini sih!,”
aku berontak tapi dalam hatiku aku justru ingin melanjutkan kegilaan ini.
“Tenang Ci, ini baru namanya surprise, sekali-kali
coba produk kampung dong,” katanya menirukan ucapanku waktu mengerjainya di
vila dulu. Habis berkata bibirnya dengan cepat memagut bibirku, kami berciuman
beberapa detik sebelum dia menarik lepas mulutnya yang bersamaan dengan
menghentakkan handuk yang melilit tubuhku. Mereka bersorak kegirangan melihat
tubuh telanjangku, mereka sudah tidak sabar lagi untuk menikmatiku
“Wah.. nih tetek montok banget, bikin gemes aja!,”
seru si Tarman sambil meremas payudara kananku.
“Ini jembut nggak pernah dicukur yah lebat banget!,”
timpal si Kirno yang mengelusi kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu lebat itu,
dengan terus mengelus Kirno lalu merundukkan kepalanya untuk melumat payudaraku
yang kiri. Sementara di belakangku, si Dodo berjongkok dan asyik menciumi
pantatku yang sekal, tangannya yang tadinya cuma merabai paha mulus dan
bongkahan pantatku mulai menyusup ke belahan pantatku dan mencucuk-cucukkan
jarinya di sana.
Di hadapanku Pak Imron melepaskan pakaiannya,
kulihat tubuhnya cukup berisi tapi perutnya agak berlemak, penisnya sudah
mengacung tegak karena nafsunya. Dia meraba-raba kemaluanku, si Kirno yang
sebelumnya menguasai daerah itu bersikap mengalah, dia melepaskan tangannya
dari sana agar mandornya itu lebih leluasa. Wajahnya mendekati wajahku, dia
menghirup bau harum dari tubuhku.
“Hhmmhh.. si non ini sudah wangi, cantik lagi!,”
pujinya sambil membelai wajahku.
“Iya bos, emang di sini juga wangi loh!,” timpal si
Dodo di tengah aktivitasnya menciumi daerah pantatku.
Diperlakukan seperti itu bulu kudukku merinding,
sentuhan-sentuhan nakal pada bagian-bagian terlarangku membuatku serasa hilang
kendali. Gerak tubuhku seolah-olah mau berontak namun walau dilepas sekalipun
saya tidak akan berusaha melarikan diri karena tanggung sudah terangsang berat.
Merasa sudah menaklukkanku, kedua kuli di samping melonggarkan pegangannya pada
lenganku.
Adegan panas ini terus direkam Verna dengan
handycamnya sambil menyoraki kami.
“Aahh.. jangan.. Ver, jangan disyuting.. ngghh..
matiin handy.. hhmmhh..!!,” kata-kataku terpotong oleh Pak Imron yang melumat
bibirku dengan bernafsu. Aku yang sudah horny membalas ciumannya dengan penuh
gairah.
“Acchh.. ahhkk.. cckk” bunyi mulut dan lidah kami
beradu. Aku makin menggeliat kegelian ketika si Kirno menaikkan lenganku dan
menciumi ketiakku yang tak berbulu.
“Ayo Ci, gaya kamu ok banget, pasti lebih heboh dari
bokepnya Itenas nih,” Verna menyemangati sambil mencari sudut-sudut pengambilan
gambar yang bagus. Dia fokuskan kameranya ketika aku sedang diciumi Pak Imron,
saat bersilat lidah hingga liur kami menetes-netes. Badanku bergetar sepeti
kesetrum dan tanpa sadar kubuka kedua pahaku lebih lebar sehingga membuka lahan
lebih luas bagi lidah Dodo bermain main di lubang anusku, juga jari-jari yang
mengocok-ngocok vaginaku, aku tidak dapat melihat jelas lagi jari-jari siapa
yang mengelus ataupun keluar-masuk di sana saking hanyutnya dalam birahi.
Mereka menggiring dan mendudukkanku di tepi ranjang.
Kirno dan Tarman mulai melepas pakaian mereka, sedangkan Dodo entah sejak kapan
dia melepaskan pakaiannya, karena begitu kulihat dia sudah tidak memakai
apa-apa lagi. Kini mereka berempat yang sudah bugil berdiri mengerubungiku
dengan keempat senjatanya ditodongkan di depan wajahku. Aku sempat terperangah
melihat penis mereka yang sudah mengeras itu, semuanya hitam dan besar,
rata-rata berukuran 17-20cm.
“Ayo non, tinggal pilih mau yang mana duluan,” kata
Pak Imron.
Aku meraih penis Pak Tarman yang paling panjang,
kubelai dan kujilati sekujur permukaannya termasuk pelirnya, kemudian
kumasukkan ke mulut dan kuemut-emut.
“Heh, jangan cuma si Tarman aja dong non, saya kan
juga mau nih,” tegur si Kirno seraya menarik tanganku dan menempelkannya pada
penisnya .
“Iya nih, saya juga,” sambung si Dodo menarik
tanganku yang lain.
“Mmhh.. eenngg..!,” gumamku saat menyepong Pak
Tarman sambil kedua tanganku menggenggam dan mengocok penis Dodo dan Kirno.
Sambil menikmati penis-penis itu, mendadak kurasakan kakiku direnggangkan dan
ada sesuatu di bawah sana. Oh, ternyata Pak Imron berjongkok di hadapan
selangakanku. Tangannya membelai paha mulusku dan berhenti di vaginaku dimana
dia membuka bibirnya lalu mendekatkan wajahnya kesana. Kurasakan lidahnya mulai
menyentuh dinding vaginaku dan menari-nari disana. Sungguh luar biasa
kenikmatan itu, aku pun semakin liar, aku membuka pahaku lebih lebar agar Pak
Imron lebih leluasa menikmati vaginaku. Hal itu juga berpengaruh pada kocokan
dan kulumanku yang makin intens terhadap ketiga pria yang sedang kulayani
penisnya. Mereka mengerang-ngerang merasakan nikmatnya pelayanan mulutku secara
bergantian. Saking sibuknya aku sampai tidak tahu lagi tangan-tangan siapa saja
yang tak henti-hentinya menggerayangi payudaraku.
Setelah cukup dengan pemanasan, mereka membaringkan
tubuhku di tengah ranjang. Pak Imron langsung mengambil posisi diantara kedua
pahaku siap untuk memasukkan penisnya kepadaku, tanpa ba-bi-bu lagi dia mulai
menancapkan miliknya padaku. Ukurannya sih tidak sebesar milik Pak Tarman, tapi
diameternya cukup lebar sesuai bentuk tubuhnya sehingga vaginaku terkuak
lebar-lebar dan agak perih. Verna mendekatkan kameranya pada daerah itu saat
proses penetrasi yang membuatku merintih-rintih. Pak Imron mulai
menghentak-hentakkan pinggulnya, mulanya pelan tapi semakin lama goyangannya
semakin kencang membuat tubuhku tersentak-sentak. Teman-temannya juga tidak
tinggal diam, mereka menjilati, mengulum, dan menggerayangi sekujur tubuhku. Si
Dodo sedang asyik menjilat dan mengeyot payudaraku, terkadang dia juga
menggigit putingku. Pak Tarman menggelikitik telingaku dengan lidahnya sambil
tangannya meremasi payudaraku yang satunya. Sementara tangan kananku sedang
mengocok penis si Kirno. Pokoknya bener-bener rame rasanya deh, ya geli, ya
nikmat, ya perih, semua bercampur jadi satu.
Aku mengerang-ngerang sambil mengomeli Verna yang
terus merekamku
“Awww.. awas kamu Ver ntar.. saya.. aahh.. liat
aja.. oohh.. ntar!,”
“Yaah, kamu masa kalah sama Indah Ci, dia aja sudah
ada bokepnya, sekarang saya juga mo bikin yang kamu nih,” ujarnya dengan santai
“Hmm.. judulnya apa yah, Citra cewek A*****, wah pasti seru deh!”
Kini sampailah aku pada saat yang menentukan,
tubuhku mengejang hebat sampai menekuk ke atas disusul dengan mengucurnya
cairan cintaku seperti pipis. Si Kirno juga jadi ikut mengerang karena
genggamanku pada penisnya jadi mengencang dan kocokanku makin bersemangat. Pak
Imron sendiri belum memperlihatkan tanda-tanda akan klimaks, kini dia malah
membalikkan tubuhku dalam posisi dogy tanpa melepas penisnya. Dia melanjutkan
genjotannya dari belakang.
Waktu aku masih lemas dan kepalaku tertunduk,
tiba-tiba si Dodo menarik rambutku dan penisnya sudah mengacung di depan
wajahku. Akupun melakukan apa yang harus kulakukan, benda itu kumasukkan dalam
mulutku. Kumulai dengan mengitari kepalanya yang seperti jamur itu dengan
lidahku, serta menyapukan ujung lidahku di lubang kencingnya, selanjutnya
kumasukkan benda itu lebih dalam lagi ke mulut dan kukulum dengan nikmatnya.
Tentu saja hal ini membuat si Dodo blingsatan keenakan, penisnya ditekan makin
dalam sampai menyentuh kerongkonganku, bukan cuma itu dia juga memaju-mundurkan
penisnya sehingga aku agak kelabakan. Setiap kali Pak Imron menghujamkan
penisnya penis Dodo semakin masuk ke mulutku sampai wajahku terbenam di selangkangannya,
begitupun sebaliknya ketika Dodo menyentakkan penisnya di mulutku, penis Pak
Imron semakin melesak ke dalamku. Pak Tarman yang menunggu giliran berlutut di
sampingku sambil meremas payudaraku yang menggantung. Pak Imron mendekati
puncak, dia mencengkam pinggulku erat-erat sambil melenguh nikmat, genjotannya
semakin cepat sampai akhirnya menyemburkan cairan putih pekat di rahimku.
Sesudah Pak Imron mencabut penisnya, si Dodo
mengambil alih posisinya. Namun sebelum sempat memulai, si Kirno menyela:
“Kamu dari bawah aja Do, masak dari tadi aku
ngerasain tangannya aja sih, aku pengen ininya nih!,” katanya sambil
mencucukkan jarinya ke anusku sehingga aku menjerit kecil.
Merekapun sepakat, akhirnya aku menaiki penis si
Dodo yang berbaring telentang, benda itu masuk dengan lancarnya karena vaginaku
sudah licin oleh cairan kewanitaanku ditambah lagi mani Pak Imron yang banyak
itu. Kemudian dari belakang Kirno mendorong punggungku ke depan sehingga
pinggulku terangkat. Aku merintih-rintih ketika penisnya melakukan penetrasi
pada anusku.
“Uuhh.. waduhh.. sempit banget nih lubang!,”
desahnya menikmati sempitnya anusku.
Kedua penis ini mulai berpacu keluar-masuk vagina
dan anusku seperti mesin. Dodo yang berada dibawah menciumi leher depanku dan meninggalkan
bekas merah.
“Ooohh.. aahh.. eenngghh,” suara lirih keluar dari
mulutku setiap kali kedua penis itu menekan kedua liang senggamaku dengan kuat.
Disebelahku kulihat Verna sudah mulai dikerjai Pak
Imron dan Tarman yang sudah tidak sabar karena penisnya belum kebagian jatah
lubang dari tadi. Verna terus mensyutingku walaupun tangan-tangan jahil itu
terus menggerayanginya, sesekali dia mendesah. Tangan Pak Tarman menyusup lewat
bawah rok tenisnya dan kaos putihnya sudah disingkap oleh Pak Imron. Dengan
cekatan, Pak Imron membuka kait BH-nya menyebabkan BH yang melingkar di dadanya
itu jatuh, dan terlihatlah buah dada Verna yang montok dengan puting kemerahan
yang mencuat. Pak Tarman langsung melumat yang sebelah kiri sambil tangannya
menggosok-gosok kemaluannya dari luar, yang sebelah kiri diremas Pak Imron
sambil menciumi lehernya. Ikat rambut Verna ditariknya hingga rambut indahnya
tergerai sampai punggung.
“Aaahh.. jangan sekarang Pak.. sshh,” desah Verna
dengan suara bergetar.
Pak Imron mengambil handycam dari tangan Verna dan
meletakkannya di rak kecil pada ujung ranjang, diaturnya sedemikian rupa agar
alat itu menangkap gambar kami semua. Desahan Verna makin seru saat jari-jari
Pak Tarman keluar masuk vaginanya lewat samping celana dalamnya. Kedua
payudaranya menjadi bulan-bulanan mereka berdua, keduanya dengan gemas meremas,
menjilat, mengulum, juga memain-mainkan putingnya, seperti yang pernah
kukatakan, payudara Verna memang paling menggemaskan diantara kami berempat.
Pak Imron duduk berselonjor dengan bersandar pada ujung ranjang, disuruhnya
Verna melakukan oral seks. Tanpa disuruh lagi Verna pun menunduk hingga
pantatnya nungging. Digenggamnya penis yang hitam berurat itu, dikocok sejenak
lalu dimasukkan ke mulutnya. Dari belakang, Pak Tarman menarik lepas celana
dalamnya, lalu dia sendiri mulai menjilati kemaluan Verna yang sudah becek,
posisi Verna yang menungging membuatnya sangat leluasa menjelajahi kemaluannya
sampai anusnya dengan lidah. Mereka melakukan oral seks berantai.
Pak Imron memegang handycam dan mengarahkannya pada
Verna yang sedang mengulum penisnya, terkadang alat itu juga diarahkan padaku
yang sedang disenggamai Kirno dan Dodo. Sudah cukup lama aku bertahan dalam
posisi ini, payudaraku rasanya panas dan memerah karena terus dikenyot dan
diremas Dodo yang di bawahku, lalu Dodo menarik wajahku, bibir mungilku bertemu
mulutnya yang monyong, lidahnya bermain liar dalam mulutku, wajahku juga
dijilati sampai basah oleh ludahnya. Si Kirno yang sedang menyodomiku tangannya
bergerilya mengelusi punggung dan pantatku. Mungkin karena sempitnya, Kirno
orgasme duluan, dia mengerang dan mempercepat genjotannya hingga akhirnya dia
melepas penisnya lalu buru-buru pindah ke depan untuk menyiramkan spermanya di
wajahku. Pak Imron mendekatkan handycam itu saat sperma Kirno muncrat membasahi
wajahku. Wajahku basah bukan saja oleh keringat, juga oleh ludah Dodo dan
sperma Kirno yang kental dan banyak itu. Si Dodo bilang aku jadi lebih cantik
dan menggairahkan dengan kondisi demikian, maka aku biarkan saja wajahku
belepotan seperti itu, bahkan kujilati cairan yang menempel di pinggiran
mulutku.
Lepas dari Kirno, aku masih harus bergumul dengan
Dodo dalam posisi woman on top. Aku menggoyangkan pinggulku dengan liar diatas
penisnya, aku makin terangsang melihat ekspresi kenikmatan di wajahnya, dia
meringis dan mengerang, terutama saat aku membuat gerakan meliuk yang membuat
penisnya seolah-olah dipelintir. Kamar ini bertambah gaduh dengan desahan Verna
yang sedang disodoki Pak Tarman dari belakang, dari depannya Pak Imron menopang
tubuhnya sambil menyusu dari payudaranya. Si Kirno yang sedang beristirahat
diserahi tugas mensyuting adegan kami dengan handycam itu. Gila memang, kalau
dilihat sekilas seperti sedang terjadi perkosaan massal di rumah ini, karena
kalau dilihat dari fisik, mereka kasar dan hitam, selain itu mereka cuma kuli
bangunan. Sedangkan tubuh kami terawat dan putih mulus bak pualam dengan wajah
yang sedap dipandang karena kami dari golongan borju dan terpelajar. Pasti
mereka ibarat kejatuhan bintang berkesempatan menikmati tubuh mulus kami.
Tidak sampai 10 menit setelah Kirno melepaskanku,
tubuhku pun mulai mengejang dan kugoyangkan tubuhku lebih gencar. Akhirnya
akupun kembali mencapai orgasme bersamaan dengan Dodo. Tubuhku ambruk
telentang, si Dodo menyiramkan spermanya bukan hanya di wajahku, tapi juga di
leher dan dadaku.
“Hei.. sialan lu, aku belum ngentot sama tuh cewek,
udah lu mandiin pakai peju lu,” tegur Pak Tarman yang sedang menggenjot Verna
dalam logat daerah yang kental.
“Huehehe.. tenang dong bos, suruh aja si non ini
yang bersihin,” jawab Dodo sambil menarik kepala Verna mendekati wajahku, “Ayo
non, minum tuh peju!”
Tanpa merasa jijik, Verna yang sudah setengah sadar
itu mulai menjilati wajahku yang basah, lidahnya terus menyapu cairan putih itu
hingga mulut kami bertemu. Beberapa saat kami berpagutan lalu lidah Verna
merambat turun lagi, ke leher dan payudara, selain menjilati ceceran spema, dia
juga mengulum buah dadaku, putingku digigitnya pelan dan diemut. Sebuah tangan
lain mendarat di payudaraku yang satu. Aku melihat si Kirno sudah berlutut di
sebelahku mengarahkan handycam ke arah kami.
Aku merasakan kedua pahaku dibuka, lalu kemaluanku
yang sudah basah dilap dengan tisu. Si Dodo telah memposisikan kepalanya diantara
pangkal pahaku dan lidahnya mulai menjilati pahaku. Diperlakukan demikian aku
jadi kegelian sehingga paha mulusku makin mengapit kepala si Dodo. Lidahnya
semakin mengarah ke vaginaku dan badanku menggeliat diiringi desahan ketika
lidahnya yang basah itu bersentuhan dengan bibir vaginaku lalu menyapunya
dengan jilatan panjang menyusuri belahannya. Lidah itu juga memasuki vaginaku
lebih dalam lagi menyentuh klitorisku. Ooohh.. aku serasa terbang tinggi dengan
perlakuan mereka, belum lagi si Kirno yang terus memilin-milin putingku dan
Verna yang menjilati tubuhku. Dalam waktu singkat selangkanganku mulai basah
lagi. Dodo mengisap vaginaku dalam-dalam sehingga mulutnya terlihat semakin
monyong saja, sesekali dia mengapitkan klitorisku dengan bibirnya. Aku
mengerang keras, kakiku mengapit erat kepalanya melampiaskan perasaan yang tak
terlukiskan itu.
Aku mendengar Pak Tarman menjerit tertahan, tubuhnya
mengejang dan genjotannya terhadap Verna makin kencang, ranjang ini semakin
bergetar karenanya. Verna sendiri tidak kalah serunya, dia menjerit-jerit
seperti hewan mau disembelih karena payudaranya yang montok itu digerayangi
dengan brutal oleh Pak Tarman, selain itu agaknya dia pun sudah mau orgasme.
Akhirnya jeritan panjang mereka membahana di kamar ini, mereka mengejang hebat
selama beberapa saat. Keringat di wajah Verna menetes-netes di dada dan perutku
dan dia jatuhkan kepalanya di perutku setelah Pak Tarman melepasnya. Pak Imron
yang menunggu giliran mencicipi Verna langsung meraih tubuhnya yang masih lemas
itu dan dinaikkan ke pangkuannya dengan posisi membelakangi. Tangannya yang
kekar itu membentangkan lebar-lebar paha Verna dan menurunkannya hingga penis
yang terarah ke vagina Verna tertancap. Penis itu melesak masuk disertai
lelehan sperma Pak Tarman yang tertampung di rongga itu. Sejenak kemudian tubuh
Verna sudah naik turun di pangkuan Pak Imron.
Puas menjilati vaginaku, kini si Dodo membalik
tubuhku dalam posisi doggy. Penisnya diarahkan ke vaginaku dan dengan sekali
hentakkan masuklah penis itu ke dalamku. Dodo memompakan penisnya padaku dengan
cepat sekali sampai aku kesulitan mengambil nafas, kenikmatan yang luar biasa
ini kuekspresikan dengan erangan dan geliat tubuhku. Kemudian Pak Tarman yang
sudah pulih menarik kepalaku yang tertunduk lantas menjejali mulutku dengan
penisnya. Jadilah aku disenggamai dari dua arah, selain itu payudaraku pun
tidak lepas dari tangan-tangan kasar mereka, putingku dipencet, ditarik, dan
dipelintir. Selama 15 menit diigempur dari belakang-depan akhirnya aku tidak tahan
lagi, lolongan panjang keluar dari mulutku bersamaan dengan Verna yang juga
telah orgasme di pangkuan Pak Imron, tak sampai 5 menit Dodo juga menyemburkan
maninya di dalam rahimku.
Pak Tarman menggantikan posisi Dodo, aku dibaringkan
menyamping dan diangkatnya kaki kananku ke bahunya. Dia mendorong penisnya ke
vaginaku, oucchh.. rasanya sedikit nyeri karena ukurannya yang besar itu aku
sampai merintih dan meremas kain sprei, padahal itu belum masuk sepenuhnya.
Beberapa kali dia melakukan gerakan tarik-dorong untuk melicinkan jalan masuk
bagi penisnya, hingga dorongan yang kesekian kali akhirnya benda itu masuk
seluruhnya.
“Aakkhh.. sakit Pak.. aduh,” aku mengerang kesakitan
karena dia melakukannya dengan agak paksa.
Dia berhenti sejenak untuk membiarkanku beradaptasi,
baru kemudian dia mulai menggenjotku, frekuensinya terasa semakin meningkat
sedikit demi sedikit. Urat-urat penisnya terasa sekali bergesekan dengan
dinding vaginaku. Aku dibuatnya mengerang-ngerang tak karuan, mataku menatap
kosong ke arah handycam yang sekarang sudah berpindah ke tangan Pak Imron.
Verna kini sedang digumuli oleh Kirno dalam posisi
yang sama dan saling berhadapan denganku. Kuraih tangannya sehingga telapak
tangan kami saling genggam. Kucoba berbicara dengannya dengan nafas tersenggal-senggal,
“Ahh.. Ver, yang ini.. ngghh.. gede.. amat”
“Iyah.. yang ini juga.. ahh.. gila.. nyodoknya
mantap!” jawabnya
Kemudian aku merasa sebuah lidah menggelitik
telingaku, ternyata itu si Dodo, tangannya tidak tinggal diam ikut bergerilya
di payudaraku. Bulu kudukku merinding ketika lidahnya menyapu telak tenguk dan
belakang telingaku yang cukup sensitif. Pak Tarman menyodokku demikian keras
sambil tangannya meremasi pantatku, untung saja aku sudah terbiasa dengan
permainan kasar seperti ini, kalau tidak tentu aku sudah pingsan sejak tadi.
Tiba-tiba Verna mendesah lebih panjang dan
menggenggam tanganku lebih erat, tubuhnya bergetar hebat, nampaknya dia mau
orgasme.
“Iyah.. terus mas.. ahh.. ahh.. Ci.. gua keluar..
akkhh!” desahnya bersamaan dengan tubuhnya menegang selama beberapa saat lalu
melemas kembali.
Ternyata Kirno masih belum selesai dengan Verna,
kini dia telentangkan tubuhnya, kaos tenisnya yang tersingkap dilepaskan dan
dilemparnya, maka yang tersisa di tubuh Verna tinggal rok tenis yang mini,
seuntai kalung di lehernya, dan sebuah arloji ‘Guess’ di lengannya. Kemudian
dia menaiki dada Verna dan menyelipkan penisnya diantara kedua gunung itu dan
mengocoknya dengan himpitan daging kenyal itu. Tak lama spermanya berhamburan
ke wajah dan dada Verna, lalu Kirno mengusap sperma di dadanya sampai merata
sehingga payudara Verna jadi basah dan berkilauan oleh sperma. Si Dodo yang
sebelumnya menggerayangiku sekarang sudah pindah ke selangkangan Verna dimana
dia memasukkan dua jari untuk mengobok-obok vaginanya dan mengelus-elus paha
dan pantatnya.
Aku tinggal melayani Pak Tarman seorang saja, tapi
tenaganya seperti tiga orang, bagaimana tidak sudah tiga kali aku dengan dia
ganti posisi tapi masih saja belum menunjukkan tanda-tanda sudahan, padahal
badanku sudah basah kuyup baik oleh keringat maupun sperma, suaraku juga sudah
mau habis untuk mengerang. Sekarang dia sedang genjot aku dengan posisi
selangkangan terangkat ke atas dan dia menyodokiku dari atas dengan setengah
berdiri. Belasan menit dalam posisi ini barulah dia mencabut penisnya dan
badanku langsung ambruk ke ranjang. Belum sempat aku mengatur nafas, dia sudah
menempelkan penisnya ke bibirku dan menyuruhku membuka mulut, cairan putih
kental langsung menyembur ke wajahku, tapi karena semprotannya kuat cairan itu
bukan cuma muncrat ke mulut, tapi juga hidung, pipi, dan sekujur wajahku. Yang
masuk mulut langsung kutelan agar tidak terlalu berasa karena baunya cukup
menyengat.
Verna masih sibuk menggoyang-goyangkan tubuhnya
diatas penis Dodo, kedua tangannya menggenggam penis Pak Imron dan Kirno yang
masing-masing berdiri di sebelah kiri dan kanannya. Secara bergantian dia
mengocok dan menjilati penis-penis di genggamannya itu. Kedua pria itu dalam
waktu hampir bersamaan menyemburkan spermanya ke tubuh Verna. Seperti shower,
cairan putih itu menyemprot dengan derasnya membasahi muka, rambut, leher dan
dada Verna. Mereka nampak puas sekali melihat keadaan temanku seperti itu, Pak
Imron yang memegang handycam mendekatkan benda itu ke arahnya.
“Mandi peju, tengah malam.. aahh..!” demikian
senandung Pak Tarman menirukan irama sebuah lagu dangdut saat mengomentari
adegan itu.
Setelah orang terakhir yaitu si Dodo orgasme, kami
semua terbaring di ranjang spring bed itu. Kamar ini hening sejenak, yang
terdengar hanya deru nafas terengah-engah. Verna telentang di atas badan Dodo,
wajahnya nampak lelah dengan tubuh bersimbah peluh dan sperma, namun tangannya
masih dapat menggosok-gosokkan sperma di tubuhnya serta menjilati yang menempel
di jarinya.
Pak Tarman yang pulih paling awal, melepaskan
dekapannya padaku dan berjalan ke kamar mandi, sebentar saja dia sudah keluar
dengan muka basah lalu memunguti bajunya. Ketika kuli lainnya pun mulai
beres-beres untuk pulang. Mereka mengomentari bahwa kami hebat dan berterima
kasih diberi kesempatan menikmati ‘hidangan’ seperti ini dengan gratis. Verna
memakai kembali bajunya untuk mengantar mereka ke pintu gerbang. Mereka
berpamitan padaku dengan mencium atau meremas organ-organ kewanitaanku. Verna
baru kembali ke sini 15 menit kemudian karena katanya dia diperkosa lagi di
taman sebelum mereka pulang. Terpaksa deh aku harus mandi lagi, habis badanku
jadi keringatan dan lengket lagi sih. Kami berendam bersama di bathtub Verna
yang indah sambil menonton ‘film porno’ yang kami bintangi sendiri melalui
handycam itu. Lumayan juga hasilnya meskipun kadang gambarnya goyang karena
yang men-syuting ikut berpartisipasi. Rekaman itu kami transfer menjadi VCD
hanya untuk koleksi pribadi geng kami. Kami sempat beradegan sesama wanita
sebentar di bathtub karena terangsang dengan rekaman itu.
Malam itu aku menginap di rumah Verna karena sudah
kemalaman dan juga lelah. Kami terlebih dulu mengganti sprei yang bekas
bersenggama itu dengan yang baru agar enak tidur. Pagi harinya setelah sarapan
dan pamitan pada mamanya Verna, kami menuju ke halaman depan dan naik ke mobil.
Di sana kami berpapasan dengan keempat tukang bangunan yang senyum-senyum ke
arah kami, kami pun membalas tersenyum, lalu Verna mulai menjalankan mobil.
Kami keluar dari rumahnya dengan kenangan gila dan mengasyikkan. Beberapa hari
ke depan sampai pembangunan selesai, mereka beberapa kali memperkosa Verna
kalau ada waktu dan kesempatan, kadang kalau sedang tidak mood Verna keluar
rumah sampai jam kerja mereka berakhir.
E N D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.